PRIA ramah dan murah senyum itu, Jimmy Carter, telah dipanggil menghadap Ilahi, 29 Desember 2024.
Pada 1 Oktober 2024 lalu, ia genap berusia 100 tahun. Ia seolah ingin mengatur dan membuat sejarah bahwa dirinya adalah Presiden Amerika Serikat pertama yang mencapai usia 100 tahun.
Carter adalah veteran Angkatan Laut Amerika Serikat. Ia sungguh-sungguh potret dari prinsip “Old soldier never dies.”
Berhenti sebagai presiden, ia bergerak di bidang kemanusiaan, demokrasi dan hak asasi manusia.
Bergerak kian ke mari, tiada henti. Carter mewakafkan totalitas dirinya untuk membantu yang lemah. Memberdayakan dan menguatkan yang defisit daya.
Hingga usianya menginjak 90 tahun, Carter masih ke mana-mana membawa palu dan peralatan lainnya. Ikut serta membangun dan memperbaiki perumahan kaum papa di Amerika Serikat.
Ia tidak pernah kehilangan semangat dan energi untuk rasa kemanusiaan yang diyakininya.
Carter adalah petani kacang dari negara bagian Georgia. Kecuali sebagai Gubernur Georgia, namanya tak bergaung dalam rimba politik di daratan Amerika Serikat.
Tatkala ia menyatakan mencalonkan diri sebagai presiden pada 1976, rakyat Amerika meragukan dan mengoloknya dengan sindiran, “Jimmy who?”
Mereka ternyata salah. Carter yang diragukan itu ternyata bergaung di dunia. Bukan hanya di Amerika Serikat. Keyakinan yang membatu dalam sanubarinya mengenai nilai-nilai kemanusiaan, terbukti mengubah dunia.
Carter adalah Presiden Amerika Serikat yang menjadikan agenda hak asasi manusia sebagai fondasi kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Hasilnya, beberapa tahun setelah ia tidak lagi menjadi presiden, pelan-pelan tapi pasti, sejumlah pemerintahan otoriter pun dijungkirkan oleh rakyat mereka sendiri dan menuntut adanya kebebasan dan persamaan.
Carter adalah penarik pelatuk gerakan tuntutan kebebasan dan persamaan sejagat itu. Carter membuka bendungan yang membatu, sehingga air kebebasan dan persamaan mengalir deras.
Carter menyemai bibit kebebasan dan persamaan sejagat. Di situlah yurisdiksi mutlak Carter.
Pelik untuk membayangkan, tanpa kebijakan luar negeri Carter dalam hal hak asasi manusia, dunia kini pasti masih dicengkeram oleh otoritarianisme absolut.