Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Filipina Minta Semua Anggota Kabinetnya Mundur, Ada Apa?

Kompas.com - 22/05/2025, 18:20 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

MANILA, KOMPAS.com - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr pada Kamis (22/5/2025) meminta semua anggota kabinetnya mengundurkan diri.

Langkah ini diambil setelah hasil pemilihan paruh waktu yang dianggap mengecewakan bagi partainya, dan dipandang sebagai upaya mengembalikan popularitasnya yang mulai memudar.

Pemilu paruh waktu Filipina yang digelar pekan lalu dinilai sebagai referendum bagi pemerintahan Marcos.

Baca juga: Duterte Menangi Pilkada di Filipina, Bisakah Ia Menjabat dari Balik Penjara ICC?

Selain menentukan komposisi Senat, hasil pemilu juga memengaruhi nasib Wakil Presiden Sara Duterte yang tengah menghadapi potensi pemakzulan.

Setelah partai Marcos gagal meraih kursi sebanyak yang diperkirakan di Senat, peluang Sara untuk lolos dari pemakzulan pun semakin besar.

“Orang-orang telah berbicara, dan mereka mengharapkan hasil—bukan politik, bukan alasan. Kami mendengar mereka, dan kami akan bertindak,” ujar Marcos, dikutip dari kantor berita AFP.

Ia menegaskan rencananya melakukan pembaruan kabinet sebagai "pengaturan ulang yang berani.”

Michael Henry Yusingco, peneliti senior di Sekolah Pemerintahan Ateneo, melihat langkah tersebut sebagai upaya emosional presiden untuk memperbaiki citranya setelah kekalahan dalam pemilihan paruh waktu.

“Ini reaksi terhadap kekalahan pemilu yang dialaminya dan Alyansa (Aliansi untuk Filipina Baru) ... bukan semata-mata soal kinerja beberapa sekretaris departemen,” kata Yusingco kepada AFP.

Dia juga mempertanyakan alasan penundaan pengunduran diri kabinet tersebut. “Sebenarnya, ini bisa dilakukan sebelum pemilu, tetapi kenapa baru sekarang?”

Baca juga: Harapan dan Kekhawatiran Iringi Peluang Kardinal Filipina Jadi Paus

Dalam wawancara podcast pascapemilu, Marcos secara terbuka mengakui kurangnya perhatian pemerintah terhadap masalah kecil yang berdampak langsung pada masyarakat.

“Saya baru menyadari bahwa kami gagal memberikan perhatian yang cukup pada isu-isu kecil yang akan memberikan bantuan lebih cepat kepada masyarakat. Masyarakat kecewa dengan layanan pemerintah karena lambatnya kemajuan proyek dan tidak membuat perbedaan langsung dalam kehidupan mereka,” ungkap Marcos.

Sejarah politik Filipina mencatat pengunduran diri massal kabinet bukan hal baru. Pada 2005, Presiden Gloria Macapagal Arroyo meminta seluruh kabinetnya mundur setelah menghadapi tekanan akibat skandal penipuan pemilu.

Begitu pula pada 1987, kabinet Presiden Corazon Aquino mengundurkan diri menyusul upaya kudeta.

Istana Kepresidenan Malacanang menegaskan, pelayanan publik akan tetap berjalan normal selama masa transisi. Stabilitas dan meritokrasi akan menjadi prinsip utama dalam pemilihan tim eksekutif baru Marcos.

Sejauh ini, 21 anggota kabinet telah menyatakan pengunduran diri mereka.

“Penolakan terhadap Marcos dan Alyansa-nya sangat keras… sehingga dia harus benar-benar menunjukkan hasil. Jika tidak, penggantinya pun sulit memenangi pemilihan 2028,” tutup Yusingco.

Baca juga: Ini Alasan ICC Menahan Eks Presiden Filipina Rodrigo Duterte di Belanda

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau