JAKARTA, KOMPAS.com - Tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, telah membuka borok struktural yang mengkhawatirkan dalam tata kelola pembangunan fasilitas publik di Indonesia.
Angka mencengangkan diungkapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, bahwa dari total 42.433 Pondok Pesantren (Ponpes) di seluruh Indonesia berdasarkan data Kemenag 2024/2025, hanya 50 Ponpes yang tercatat mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau sebelumnya dikenal sebagai Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Baca juga: Tragedi Ponpes Al Khoziny: 37 Nyawa Melayang Bukan Takdir tapi Dosa Konstruksi
Fakta bahwa mayoritas fasilitas pendidikan keagamaan yang menampung ribuan nyawa dibangun tanpa dokumen legalitas dan persetujuan teknis, menjadi alarm nasional atas krisis budaya konstruksi aman.
IMB kini telah berganti nama menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), diatur oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP Nomor 16 Tahun 2021.
PBG adalah dokumen hukum yang menyatakan kelayakan rencana desain sebuah bangunan, memastikan aspek keselamatan struktural, arsitektural, mekanikal, elektrikal, dan lingkungannya terpenuhi.
Baca juga: Kementerian PU Kirim Alat Berat, Angkat Reruntuhan Ponpes Al Khoziny
Menteri Dody Hanggodo menyebut rendahnya kepatuhan ini sebagai masalah besar.
"Di seluruh Indonesia Raya hanya 50 ponpes yang memiliki izin mendirikan bangunan, yang lain belum," ungkap Dody, Minggu (5/10/2025).
Meskipun PBG diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Dody menyebut kewenangan pengawasan berada di ranah koordinasi.
PBG untuk Ponpes harus melibatkan koordinasi antara Pemerintah Daerah (Pemda), Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama (Kemenag), mengingat Ponpes berada di bawah yurisdiksi Kemenag.
Baca juga: Pendapat Ahli: Ponpes Al Khoziny Ambruk karena Struktur Tak Mampu Menahan Beban
"Fokusnya masih tanggap darurat di sana (Al Khoziny). Kalau sudah selesai kita akan duduk bersama dengan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mensosialisasikan kepada Pemda dan seluruh Ponpes-Ponpes perlunya PBG, harus sertifikasi laik bangunan," janji Dody.
Sementara itu, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), Taufik Widjojono, menegaskan bahwa keruntuhan bangunan tidak pernah terjadi tiba-tiba.
Ada proses sistematis yang mengawali kegagalan, mulai dari perancangan hingga pengoperasian, meliputi:
1. Rantai Tanggung Jawab yang Putus
Taufik menekankan bahwa dalam setiap tahapan konstruksi, desain, penetapan penyedia jasa, pelaksanaan, hingga pemeliharaan, harus ada penanggung jawab yang jelas dengan hubungan tanggung jawab dan kewenangan yang terdefinisi, karena di setiap tahap selalu ada risiko kegagalan.
2. Ujian Kompetensi di Tahap Desain