KOMPAS. com - Penyidik Subdit Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh menetapkan seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Besar sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan wastafel atau tempat cuci tangan pada masa pandemi Covid-19.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Kombes Pol Zulhir Destrian mengatakan tersangka berinisial WKN, yang ditetapkan sebagai tersangka sejak Rabu (1/10/2025).
“Penyidik menetapkan WKN sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan wastafel setelah menerima surat persetujuan pemeriksaan dan penyidikan dari Gubernur Aceh, karena yang bersangkutan menjabat sebagai anggota dewan,” kata Zulhir di Banda Aceh, Jumat (3/10/2025).
Baca juga: Eks Wali Kota Kupang Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pengalihan Aset Tanah
Setelah penetapan tersangka, penyidik telah mengirimkan surat pemanggilan kepada WKN untuk menjalani pemeriksaan. Penyidik menjadwalkan pemeriksaan tersangka pada Rabu (8/10/2025).
Sebelumnya, penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Aceh juga telah menetapkan SMY sebagai tersangka dalam kasus yang sama. WKN dan SMY merupakan rekanan dalam pengadaan tempat cuci tangan tersebut.
“Selain menetapkan sebagai tersangka, penyidik juga menahan SMY guna memudahkan proses penyidikan. Tersangka SMY ditahan di Rutan Polda Aceh selama 20 hari ke depan,” ujar Zulhir.
Dalam pemeriksaan awal terhadap SMY, penyidik mengajukan 64 pertanyaan dengan total 72 halaman Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Selama proses pemeriksaan, tersangka SMY didampingi penasihat hukum.
“Penahanan terhadap tersangka SMY ini adalah bukti keseriusan Polda Aceh dalam menuntaskan kasus korupsi wastafel. Ini juga menjawab pertanyaan publik terhadap kasus tersebut,” tambah Zulhir.
Baca juga: Luhut Ungkap Bansos Digital Diluncurkan 2026, Klaim Bisa Cegah Korupsi
Kasus dugaan korupsi ini bermula ketika Pemerintah Aceh melalui Dinas Pendidikan melakukan pengadaan tempat cuci tangan atau wastafel pada tahun anggaran 2020 dengan total anggaran Rp43,59 miliar.
Pengadaan ini ditujukan untuk seluruh sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, dan sekolah luar biasa di Provinsi Aceh, dengan melibatkan 219 perusahaan dan 390 paket pekerjaan.
Hasil pemeriksaan tim penyidik menemukan sejumlah item pekerjaan tidak dikerjakan, serta ketidaksesuaian antara volume terpasang dengan volume yang tercantum dalam kontrak. Ironisnya, pencairan pekerjaan dilakukan 100 persen.
Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, kerugian negara akibat pengadaan wastafel ini mencapai Rp7,2 miliar.
Kasus korupsi pengadaan wastafel ini sebelumnya juga menjerat Rachmat Fitri selaku Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Muchlis selaku Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa (PPBJ), serta Zulfahmi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Pendidikan Aceh.
Ketiganya telah divonis bersalah berdasarkan putusan Mahkamah Agung dengan hukuman antara satu hingga empat tahun penjara, dan saat ini menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banda Aceh.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang