KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa puncak musim hujan tahun 2025 akan berlangsung lebih lama dan tidak terjadi serentak di seluruh wilayah Indonesia.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa kondisi atmosfer yang aktif serta fenomena iklim global menjadi penyebab utama durasi musim hujan tahun ini meluas hingga awal 2026.
“Diawali dari wilayah barat pada November–Desember, lalu berkembang ke Indonesia bagian tengah hingga timur pada Januari–Februari,” ujar Dwikorita, dikutip dari KompasTV.
BMKG mencatat, hingga November 2025, sekitar 43,8 persen wilayah Indonesia atau 306 Zona Musim (ZOM) telah memasuki musim hujan, terutama di kawasan barat Indonesia.
Baca juga: BMKG Bersama BNPB Lakukan Modifikasi Cuaca untuk Redam Hujan Ekstrem di Jawa
BMKG menjelaskan bahwa biasanya puncak musim hujan terjadi antara Desember–Januari atau Januari–Februari.
Namun, tahun ini diperkirakan berlangsung lebih lama, dari November 2025 hingga Februari 2026.
Dwikorita menyebutkan, fase puncak utama hujan akan terjadi pada Desember 2025 hingga Januari 2026, yang ditandai dengan potensi curah hujan tinggi di berbagai daerah.
“Kondisi atmosfer saat ini sangat labil dan kaya uap air akibat aktifnya monsun Asia serta suhu muka laut yang hangat. Akibatnya, potensi curah hujan meningkat dan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor juga bertambah,” ujar Dwikorita.
Baca juga: BMKG Peringatkan Cuaca Ekstrem di Jawa Tengah Selatan, Hujan Lebat dan Petir 2–4 November
Selain itu, aktivitas siklon tropis di wilayah selatan Indonesia mulai meningkat sejak November 2025.
Fenomena ini menimbulkan sistem tekanan rendah di Samudra Hindia yang bisa memicu hujan sangat lebat disertai angin kencang. Kawasan pesisir Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara juga diimbau mewaspadai potensi gelombang tinggi.
Kepala BMKG, Dwikorita KarnawatiBMKG memetakan dua periode utama puncak musim hujan di Indonesia. Pertama, periode Desember 2025 hingga Januari 2026 yang mencakup wilayah Sumatera bagian barat, Jawa bagian barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku bagian tengah, dan Papua bagian selatan.
Kedua, periode Januari–Februari 2026 yang meliputi Jawa bagian timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sementara itu, Papua bagian utara dan Sulawesi bagian utara menunjukkan pola hujan merata sepanjang tahun tanpa perbedaan yang mencolok antara musim kemarau dan musim hujan.
Baca juga: BMKG Jabar: Bandung Raya dan Sekitarnya Waspada Hujan Lebat Disertai Petir Awal November
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengungkapkan bahwa peningkatan intensitas hujan disebabkan oleh kombinasi beberapa fenomena atmosfer aktif, seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby, Gelombang Kelvin, dan anomali suhu laut hangat di perairan Indonesia.
“Kombinasi faktor ini meningkatkan suplai uap air dan pembentukan awan hujan secara signifikan,” kata Guswanto.