BANGKOK, KOMPAS.com – Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra (38) resmi diskors oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (1/7/2025).
Hal itu terjadi menyusul dibukanya penyelidikan atas dugaan pelanggaran etika menteri dalam perselisihan diplomatik dengan Kamboja.
Keputusan ini menjadi pukulan serius bagi Paetongtarn, yang baru menjabat kurang dari setahun.
Baca juga: Jadi Negara Asia Pertama yang Legalkan Ganja, Thailand Kini Perketat Aturan Penggunaannya
Dalam pernyataan resmi, MK menyatakan, dengan suara mayoritas 7 banding 2, ia ditangguhkan dari tugas kenegaraan mulai 1 Juli hingga pengadilan memberikan putusan akhir.
"Mahkamah Konstitusi dengan mayoritas suara 7-2 memberhentikan termohon dari jabatannya sebagai Perdana Menteri mulai 1 Juli sampai Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusannya," demikian bunyi pernyataan tersebut, dikutip dari CNA.
Skandal ini bermula dari sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja yang kembali memanas pada Mei lalu, menyebabkan bentrokan lintas batas dan menewaskan satu prajurit Kamboja.
Dalam upaya meredakan ketegangan, Paetongtarn menelepon mantan pemimpin Kamboja Hun Sen.
Namun, dalam rekaman percakapan yang bocor ke publik, ia menyebut Hun Sen sebagai "paman" dan menyebut seorang komandan militer Thailand sebagai "lawan".
Pernyataan tersebut memicu kecaman luas, terutama dari kalangan konservatif dan pro-militer.
Mereka menilai Paetongtarn telah “bertekuk lutut” kepada Kamboja dan merusak wibawa militer Thailand, serta dianggap melanggar konstitusi yang mengatur bahwa menteri harus memiliki integritas nyata dan standar etika yang tinggi.
Akibat kontroversi ini, partai Paetongtarn, Pheu Thai, ditinggalkan oleh mitra koalisi konservatif utamanya.
Aksi protes besar-besaran juga berlangsung di Bangkok akhir pekan lalu menuntut pengunduran dirinya.
Meskipun dalam situasi krisis, Raja Thailand pada hari yang sama menyetujui perombakan kabinet yang diajukan Paetongtarn.
Ia bahkan menunjuk dirinya sendiri sebagai Menteri Kebudayaan dan dijadwalkan mulai menjabat pada Kamis (3/7/2025).
Namun, belum jelas apakah ia tetap dapat menjalankan posisi tersebut selama masa penyelidikan berlangsung.
Baca juga: Selepas Kunjungi Kafe Kematian di Thailand, Turis Inggris Pulang dan Meminta Maaf pada Ibunya