KOMPAS.com - Keputusan pemerintah untuk tidak mempublikasikan data terbaru pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia menuai sorotan.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan, langkah ini diambil demi menjaga semangat dan optimisme masyarakat di tengah ketidakpastian ekonomi.
Menurutnya, pelaporan data PHK secara berkala justru dikhawatirkan akan menimbulkan pesimisme yang berdampak pada stabilitas psikologi warga.
"Jangan PHK terus, nanti kasihan teman-teman, nanti yang kita bangun itu adalah semangat pesimis terhadap bangsa ini" ujar Yassierli dalam pernyataannya di Kompleks DPR/MPR, Selasa (8/7/2025).
Baca juga: Ramai Narasi Perusahaan PHK Karyawan Saat Masih dalam Masa Percobaan, Kemenaker: Boleh Dilakukan
Menanggapi hal itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mempertanyakan alasan di balik tidak diungkapkan data PHK terbaru tersebut.
Menurutnya, tidak ada hubungan antara menyembunyikan data PHK terbaru dengan menjaga optimisme masyarakat.
"Apa hubungannya antara data PHK dengan menjaga semangat publik? Justru masyarakat berhak tahu kondisi riil," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/7/2025).
Baca juga: Apakah Pekerja Kena PHK dan Resign Bisa Dapat BSU Rp 600.000?
Ia menuturkan, di tengah kondisi ekonomi saat ini, pemerintah semestinya menyampaikan secara terbuka jumlah PHK, termasuk data terakhir hingga pertengahan Juni.
Sebab, menutupi data PHK justru menunjukkan kurangnya transparansi pemerintah.
Agus pun mempertanyakan langkah konkret yang telah dilakukan pemerintah terhadap maraknya PHK.
“Kalau tidak menyampaikan data, lalu kerja nyatanya apa? Apakah ada pelatihan untuk korban PHK? Dulu pernah ada program pelatihan, kini tidak jelas,” kata Agus.
Ia menyarankan agar Kemenaker aktif memfasilitasi pelatihan dan persiapan wirausaha, lengkap dengan akses modal dari perbankan atau kementerian lain.
Baca juga: Alami Krisi Keuangan, PBB Pangkas Anggaran dan Lakukan PHK Massal
Agus juga mengingatkan, jika pemerintah tidak mengungkap data resmi, informasi akan tetap muncul, hanya saja melalui media sosial atau sumber tidak resmi yang rawan disinformasi.
Hal ini justru lebih berbahaya karena bisa menimbulkan kepanikan dan merusak ketenangan masyarakat.
Ia menekankan, data PHK tidak hanya penting untuk publik, tetapi juga bagi akademisi dan analis kebijakan agar bisa memberikan masukan yang akurat bagi pemerintah.