KOMPAS.com - Kasus kuota haji 2024 kini sudah memasuki tahap penyidikan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita aset bernilai miliaran rupiah, memeriksa belasan saksi, hingga mencegah sejumlah pihak bepergian.
Meskipun sejumlah saksi telah diperiksa, lembaga ini belum menetapkan satu pun tersangka.
Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 1 triliun akibat dugaan penyimpangan pembagian kuota tambahan. KPK menemukan indikasi jual beli kuota haji khusus dengan nilai mencapai ratusan juta rupiah per orang.
Baca juga: KPK Segera Panggil Yaqut Cholil soal Kuota Haji, Ini Langkah Lanjutan Kasusnya
Proses hukum ini memperlihatkan bahwa penyidikan semakin meluas, menyentuh mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, biro travel haji dan umrah, hingga pejabat Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Lantas, sejauh mana perkembangan kasus ini?
KPK telah menyita uang senilai 1,6 juta dollar AS atau setara Rp 26 miliar, empat unit mobil, dan lima bidang tanah serta bangunan.
Penyitaan dilakukan setelah penyidik menemukan indikasi kuat adanya aliran dana dari praktik jual beli kuota haji.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut, langkah itu penting untuk mengamankan aset negara.
"Sampai dengan saat ini, tim penyidik telah melakukan penyitaan kepada beberapa pihak terkait, sejumlah uang dengan total USD 1,6 juta, 4 unit kendaraan roda empat, serta 5 bidang tanah dan bangunan," kata Budi, dikutip dari Kompas.com, Rabu (3/9/2025).
Ia menegaskan, penyitaan tersebut bukan akhir dari proses.
"Terlebih dugaan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi ini mencapai nilai yang cukup besar," ujarnya.
Baca juga: Penjelasan Ustaz Khalid Basalamah Usai Dimintai Keterangan Kuota Haji oleh KPK
KPK juga melakukan penggeledahan di kantor Kementerian Agama, rumah pribadi Yaqut Cholil Qoumas, serta sejumlah biro perjalanan haji dan umrah.
Tindakan itu untuk mencari bukti terkait pembagian 20.000 kuota tambahan haji 2024.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, pembagian kuota melanggar aturan.
"Tetapi kemudian, ini tidak sesuai. Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya. Itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua, yaitu 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus," ujarnya.