Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Pria Hasilkan Emisi Lebih Tinggi, Mobil dan Daging Sebabnya

Kompas.com - 19/05/2025, 20:06 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Studi yang dilakukan peneliti London School of Economics dan Institute of Polytechnique de Paris menemukan, laki-laki menghasilkan emisi yang jauh lebih banyak daripada perempuan.

Bahkan setelah disesuaikan dengan pendapatan, jenis pekerjaan, dan jumlah anggota rumah tangga, kesenjangan sebesar 18 persen tetap ada.

Hal tersebut terungkap setelah peneliti mempelajari lebih dari 15.000 orang untuk menganalisis bagaimana gender membentuk apa yang kita makan, bagaimana kita bergerak, dan seberapa banyak kita mencemari lingkungan.

Mengutip Independent, Senin (19/5/2025) penyebab terbesar di balik emisi yang jauh lebih tinggi itu adalah pilihan laki-laki dalam hal makanan dan transportasi, dua sektor yang paling berpolusi.

Baca juga: Briket Kelapa Dorong Perubahan: Dapur Bersih, Beban Perempuan Ringan

Menurut studi pilihan laki-laki untuk mengonsumsi daging merah dan menggunakan mobil menghasilkan emisi karbon 26 persen lebih tinggi daripada perempuan.

Para peneliti menemukan bahwa kedua pilihan gaya hidup ini saja menjelaskan hampir semua kesenjangan yang tersisa setelah memperhitungkan perbedaan biologis dan sosial ekonomi.

Daging merah, misalnya, hanya menyumbang 13 persen dari jejak makanan rata-rata tetapi menyumbang 70 persen dari perbedaan emisi antara laki-laki dan perempuan.

Mobil bertanggung jawab atas seluruh kesenjangan emisi transportasi, di mana laki-laki lebih cenderung mengemudi sendiri dan menggunakan kendaraan yang lebih berpolusi.

Sementara itu, pada laki-laki dan perempuan lajang, di mana faktor-faktor seperti peran rumah tangga atau pengasuhan anak tidak berperan, kesenjangan emisi terkait makanan lebih lebar daripada yang berpasangan sedangkan kesenjangan transportasi lebih kecil.

Lebih lanjut, studi ini pun menunjukkan adanya hubungan budaya yang sudah berlangsung lama antara maskulinitas dan barang-barang beremisi tinggi.

Baca juga: Perempuan, Masyarakat Adat, dan Pemuda Jadi Bagian dari Iklim

Studi juga dapat membantu menjelaskan tidak hanya pola konsumsi, tetapi juga kesenjangan kepedulian terhadap iklim yang semakin besar antara laki-laki dan perempuan.

Studi baru ini juga menantang gagasan bahwa pendapatan menjelaskan siapa yang paling banyak mencemari lingkungan.

Faktanya, kesenjangan emisi antara laki-laki dan perempuan setara dengan kesenjangan antara kelompok berpenghasilan tinggi dan berpenghasilan rendah di sektor yang sama.

Sementara laki-laki cenderung mengeluarkan lebih banyak emisi, studi menunjukkan bahwa perempuan lebih mungkin menderita konsekuensi dari kerusakan iklim, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah di mana mereka memiliki lebih sedikit akses ke sumber daya, hak atas tanah yang terbatas, atau sedikit kekuatan pengambilan keputusan selama krisis.

Menurut PBB, perempuan dan anak-anak memiliki kemungkinan 14 kali lebih besar untuk meninggal selama bencana terkait iklim.

Mereka juga merupakan sekitar 70 persen dari orang-orang yang mengungsi akibat bencana tersebut karena faktor-faktor seperti peran sebagai pengasuh, mobilitas yang lebih rendah, dan akses yang terbatas ke sumber daya.

Baca juga: Kilang Methanol Hijau Pertama di Dunia Beroperasi, Siap Kurangi Emisi Pelayaran

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
LSM/Figur
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
LSM/Figur
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
Pemerintah
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
LSM/Figur
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
Pemerintah
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Swasta
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
LSM/Figur
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Pemerintah
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Swasta
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
LSM/Figur
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
LSM/Figur
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Swasta
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Swasta
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Pemerintah
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau