Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusakan Laut Akibat Manusia Diproyeksikan Berlipat Ganda pada 2050

Kompas.com - 05/09/2025, 19:49 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Lautan telah lama menopang kehidupan manusia, tetapi sebuah studi baru dari University of California Santa Barbara (UCSB) menunjukkan bahwa peningkatan tekanan yang berasal dari iklim dan manusia mendorong lautan menuju titik kritis yang berbahaya.

Peneliti di Pusat Analisis dan Sintesis Ekologi Nasional (NCEAS) UCSB tersebut mengungkapkan dampak kumulatif dari aktivitas manusia terhadap lautan yang sudah substansial, akan berlipat ganda pada tahun 2050 atau hanya dalam 25 tahun saja.

"Ini tidak terduga karena dampaknya akan meningkat begitu banyak dan cepat," kata ahli ekologi kelautan dan direktur NCEAS, Ben Halpern seperti dikutip dari Phys, Kamis (4/9/2025).

Baca juga: Peta Global Ungkap Wilayah Laut Paling Terancam Sampah Plastik

Peneliti juga menemukan bahwa daerah tropis dan kutub akan mengalami kerusakan tercepat, dan bahwa wilayah pesisir akan merasakan dampak terberat dari peningkatan kerusakan tersebut.

Pesisir di seluruh dunia diperkirakan akan menanggung beban terberat dari peningkatan dampak kumulatif ini mengingat sebagian besar aktivitas manusia yang memanfaatkan laut berada di dekat pesisir.

Dampak tingkat tinggi di masa depan tersebut bisa jadi melampaui kemampuan ekosistem untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Hal ini, pada gilirannya, akan menghadirkan berbagai tantangan bagi masyarakat dan institusi manusia.

"Banyak negara bergantung pada laut untuk makanan, mata pencaharian, dan manfaat lainnya," kata Halpern.

Pemanasan lautan dan penurunan jumlah biomassa akibat penangkapan ikan diperkirakan akan menjadi pemicu terbesar bagi dampak kumulatif di masa mendatang.

Para penulis berpendapat bahwa penerapan kebijakan untuk mengurangi perubahan iklim dan memperkuat pengelolaan perikanan bisa menjadi cara efektif untuk mengelola dan mengurangi dampak manusia.

Baca juga: Teliti Mikropastik di Laut Indonesia, BRIN Gelar Eskpedisi Selama 31 Hari

Memberi prioritas pada pengelolaan habitat yang diprediksi akan sangat terpengaruh seperti rawa asin dan hutan bakau juga dapat membantu mengurangi tekanan yang dialami habitat tersebut.

Para peneliti berharap tindakan efektif dapat diambil lebih cepat untuk meminimalkan atau mengurangi dampak dari meningkatnya tekanan akibat aktivitas manusia.

"Mampu melihat ke masa depan adalah alat perencanaan yang sangat ampuh. Dan kita masih bisa mengubah masa depan itu. Makalah ini merupakan peringatan," tambah kata Halpern.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Pemerintah
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
BUMN
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
LSM/Figur
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Pemerintah
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
LSM/Figur
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di 'Smelter' Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di "Smelter" Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Pemerintah
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Pemerintah
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau