Selain itu, pendinginan selama transportasi telah mengubah waktu dan tempat pemborosan makanan terjadi, sehingga lebih banyak makanan terbuang di rumah konsumen.
Baca juga: Ancaman Tersembunyi Perubahan Iklim, Bikin Nutrisi Makanan Turun
Pola-pola ini menggarisbawahi perlunya melengkapi perluasan infrastruktur rantai dingin (cold chain) dengan edukasi konsumen mengenai penyimpanan makanan yang tepat, penentuan porsi, dan perencanaan, demi menghindari pemindahan beban pemborosan makanan ke rumah tangga kelas menengah yang sedang mengalami urbanisasi.
Menurut para peneliti, tanpa memandang tingkat kekayaan suatu negara, upaya meminimalkan pemborosan makanan harus melibatkan kerja sama antara pemerintah, pengecer, produsen makanan, lembaga riset, komunitas, dan konsumen.
Mereka mengusulkan pelaksanaan kampanye edukasi yang fokus pada pengaturan porsi dan pemanfaatan kembali makanan sisa, serta pemberian insentif untuk mendorong pengomposan, pemanfaatan limbah lain, dan aktivitas berbagi/donasi makanan di masyarakat.
Para peneliti juga menekankan bahwa strategi penanganan limbah makanan harus diintegrasikan ke dalam inisiatif keberlanjutan dan keadilan yang lebih menyeluruh.
"Kita memerlukan strategi yang menyeluruh dan terkoordinasi di tingkat global dengan kebijakan yang disesuaikan untuk setiap negara dan wilayah guna mengurangi dampak negatif dan mempercepat pengembangan sistem pangan yang lebih berkelanjutan," tulis peneliti lagi.
Baca juga: Transformasi Biru Cegah Biaya 35 Persen PDB akibat Pangan Tak Sehat
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya