Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menembus Hutan Kalimantan, Perjalanan Mencari Asa di Sekolah Pedalaman

Kompas.com - 13/10/2025, 12:00 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KALIMANTAN TENGAH, KOMPAS.com - Minggu (28/9/2025) siang, pesawat meninggalkan hiruk pikuk Jakarta, membawa saya menuju Bandar Udara Tjilik Riwut. Dari sana, perjalanan darat menuju Desa Barunang, Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, dimulai.

Begitu keluar dari Kota Palangka Raya, lanskap berubah perlahan. Jalan beraspal digantikan pemandangan pohon Eucalyptus yang berjajar di kanan kiri. Namun tantangan sesungguhnya muncul ketika mobil mulai menyusuri jalan pasir yang berdebu pada malam hari. Tanpa lampu jalan, mobil menembus gelap dan debu tebal, mengikuti kendaraan pemandu dan truk yang melintas dari arah berlawanan.

Keesokan harinya, perjalanan berlanjut di jalan penuh lubang, tanjakan, dan turunan curam. Suasana sunyi di tengah hutan yang awalnya menegangkan berubah menjadi kelegaan saat kami tiba di Barunang.

Baca juga: Harmoni di Pedalaman Kalimantan: Cerita Anak SD Barunang Hidup dengan Ragam Agama dan Alam

Kondisi jalan menuju Desa Barunang, Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, usai hujan mengguyur.Kompas.com/Manda Firmansyah Kondisi jalan menuju Desa Barunang, Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, usai hujan mengguyur.

Perjalanan ini seperti menyeberangi dua dunia, dari hiruk Jakarta ke heningnya hutan Kalimantan. Dan di tengah hening wilayah yang bisa dikatakan Terdepan, Terluar, dan Tertinggal itu hidup anak-anak yang setiap hari menempuh perjalanan panjang demi satu hal: belajar.

Pergi sekolah naik perahu

Desa Barunang terletak di tepi sungai, khas pemukiman masyarakat Dayak Ngaju. Dulu, sebelum ada jalan darat, perahu menjadi satu-satunya alat transportasi.

Mantir adat Desa Barunang, Bukit, masih mengingat jelas masa kecilnya. Ia harus mendorong perahu dengan bambu panjang selama berhari-hari demi bersekolah di desa tetangga, Pujon.  Ia hanya lulus SD karena orang tuanya sudah tidak sanggup menanggung biaya pendidikan.

"(Saya pergi sekolah) pakai perahu dan mendayung, dua hari menuju hilir dari sini (Barunang). Jadi, itulah kondisi yang membuat pendidikan dan sekolah kami menjadi terlantar. Rata-rata tidak bisa melanjutkan sekolah. Begitu juga kalau pulang sekolah, menggunakan bambu panjang untuk mendorong perahu, satu minggu dari Pujon sampai Barunang," ujar Bukit.

Cerita serupa datang dari Sosialis, warga lainnya. Ia menempuh perjalanan satu jam setiap hari menuju sekolah dasar, lalu lima jam naik perahu bermesin saat melanjutkan ke SMP di Pujon.

“Masih nunggu siapa yang bisa turun ke Pujon, ikut itu, enggak ada bahasanya kamu harus bayar ini. Langsung berangkat saja,” kenangnya.

Kini, anak-anak mereka sudah lebih beruntung. SD dan SMP berdiri di Barunang, meski tantangan belum sepenuhnya hilang.

Perahu mesin melintasi Sungai Kuatan yang mengalir hingga Desa Barunang, Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas.Kompas.com/Manda Firmansyah Perahu mesin melintasi Sungai Kuatan yang mengalir hingga Desa Barunang, Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas.

Sekolah di Tengah Keterbatasan

SD Negeri 1 Barunang memiliki 94 siswa dan sembilan guru. Menurut guru Sugerno, minat orang tua terhadap pendidikan mulai tumbuh, meski belum sekuat di kota.

"Seperti yang saya sampaikan tadi saat upacara bendera, bahwa tidak ada alasan (siswa) untuk malas belajar, karena pihak ketiga (PAMA Group) cukup banyak membantu," ujar Sugerno.

Guru magang Imelda Fransiska menghadapi tantangan saat mengajar baca-tulis dan berhitung.

"Mereka bisa berhitung dan membaca, cuma waktu belajarnya agak lama. Tapi, anak-anaknya lebih semangat mendengarkan saya menjelaskan. Kalau (saat saya mengajar) di Palangkaraya tuh sepertinya mereka enggak terlalu heboh kalau ada guru seperti kami," tutur Imelda.

Guru magang dari Yayasan Bina Harati Pama, Imelda Fransiska, menasehati murid-murid SD Negeri Barunang 1 agar kembali masuk ke ruang kelas.Kompas.com/Manda Firmansyah Guru magang dari Yayasan Bina Harati Pama, Imelda Fransiska, menasehati murid-murid SD Negeri Barunang 1 agar kembali masuk ke ruang kelas.

Keterbatasan listrik menghambat penggunaan teknologi dapat menunjang proses belajar mengajar. Padahal, sebagian murid SD Negeri 1 Barunang menyukai gaya belajar visual yang membutuhkan proyektor untuk menampilkan gambar.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Pemerintah
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Pemerintah
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Pemerintah
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
BUMN
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
LSM/Figur
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Pemerintah
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
LSM/Figur
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di 'Smelter' Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di "Smelter" Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Pemerintah
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Pemerintah
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau