KOMPAS.com - Generasi Z (Gen Z) yang lahir pada 1997–2012 kini memikul beban besar, menanggung pekerjaan rumah dari generasi-generasi sebelumnya dalam menghadapi krisis iklim. Mereka bukan hanya akan mengalami dampak terparah krisis iklim, tapi juga harus memperjuangkan solusi agar bumi tetap layak huni bagi generasi mendatang.
Lead Program Green Development MADANI Berkelanjutan, Resni Soviayana, mengatakan Gen Z perlu menjadi pengamat kritis terhadap keadilan iklim sekaligus motor penggerak perubahan. Isu iklim, menurutnya, harus masuk ke dalam agenda politik dan inovasi anak muda.
"Anak muda sekarang jangan mau diam saja. Kita bisa jadi aktivisme, walaupun pengikut Instagram atau TikTok kita sedikit, tetapi kita bisa jadi penggerak supaya keadilan iklim bisa kita upayakan karena krisis itu bukan masa depan yang jauh di tahun 2050 atau sampai misalnya pergantian presiden selanjutnya," ujar Resni dalam webinar, Sabtu (11/10/2025).
Menurut Resni, banyak anak muda yang kini mulai sadar dan mengubah perilaku sehari-hari menjadi lebih ramah lingkungan. Mulai dari penggunaan tumbler dan sabun padat, hingga kampanye penggunaan sunblock ramah terumbu karang.
"Makin banyak teman-teman yang ngomongin tumbler, makin banyak teman-teman yang ngomongin, 'Ayo dong jangan pakai sabun cair gitu ya, kita ubah ke sabun-sabun yang lebih ramah lingkungan'. Atau misalkan kalau cewek-cewek nih, 'Eh, jangan pakai mineral sunblock dong karena itu enggak bagus buat coral reef (terumbu karang)'. Justru itu banyak muncul dari Gen Z," tutur Resni.
Baca juga: Gen Z Kini Tak Lagi Sekadar Nyeruput Kopi, Isu Keberlanjutan Jadi Urgensi
Ia menambahkan, kegelisahan Gen Z terhadap krisis iklim yang berdampak pada kesehatan mental bisa menjadi energi baru untuk bergerak dan berinovasi.
"Gen Z masih punya ruang, masih punya waktu, dan masih punya banyak energi banget untuk mengubah pola pikirnya supaya jangan jadi lost generation, tapi Gen Z jadi semacam generasi harapan untuk masa depannya Indonesia," ucapnya.
Legal Specialist Madani Berkelanjutan, Sadam Afian Richwanudin, memperingatkan agar Gen Z tidak menjadi lost generation atau generasi yang kehilangan arah akibat krisis iklim.
"Jangan sampai kita menjadi lost generation atau mengatakan bumi ini masih ada gitu di 2050. Jangan sampai kita menjadi lost generation atau menjadi generasi terakhir ya, berarti ya, lost generation yang menikmati bumi yang layak huni. Jadi jangan sampai seperti itu dan saya kira justru ini menjadi bahan kampanye yang bagus sekali," ucapnya.
Sementara itu, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian, menegaskan bahwa Gen Z harus menagih pertanggungjawaban generasi sebelumnya yang berkontribusi besar terhadap krisis iklim, serta memastikan generasi berikutnya memiliki masa depan yang lebih baik.
Gen Z, kata Uli, perlu aktif mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan Iklim agar segera disahkan menjadi undang-undang yang berpihak pada rakyat dan lingkungan.
"Ketika orang-orang muda enggak mau jadi lost generation, yang harus ditagihkan kepada generasi di atas ya pertanggungjawaban ini (menangani krisis iklim). Jadi dorong tanggung jawab antar generasinya untuk menghasilkan kebijakan yang jauh lebih baik," ujar Uli.
Baca juga: Survei di 44 Negara: Milenial dan Gen Z Tak Cuma Peduli Gaji, tetapi Juga Sustainability
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya