JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), memasukkan salak dari Karangasem, Bali, menjadi satu dari 28 sistem warisan pertanian baru di 14 negara.
Penyematan ini diberikan dalam program Sistem Warisan Pertanian Penting Global atau Globally Important Agricultural Heritage Systems (GIAHS) yang digelar di Roma, Italia.
Ada 102 situs di seluruh dunia yang diakui karena kontribusinya dalam menjaga ketahanan pangan serta penghidupan masyarakat, keanekaragaman hayati pertanian, pengetahuan tradisional, praktik berkelanjutan, hingga nilai sosial-budaya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Muhammad Taufiq Ratule, menyatakan pengakuan tersebut adalah tonggak bersejarah bagi Indonesia.
“Sistem agroforestri salak karangasem adalah hasil kerja bersama petani, lembaga desa adat, akademisi, pemerintah daerah dan pusat, serta FAO," ungkap Taufiq dalam keterangannya, Sabtu (1/11/2025).
Baca juga: BBM E10 Tingkatkan Bauran EBT, tapi Bahan Bakunya Bersaing Kebutuhan Pangan
Pemerintah, lanjut dia, berkomitmen menjaga dan mengembangkan lanskap warisan pertanian agar terus bermanfaat bagi masyarakat, memperkuat ketahanan sistem pangan, serta menjadi ruang pembelajaran bagi pertanian berkelanjutan berbasis kearifan lokal.
"Kami menyambut kolaborasi internasional, berbagi pengetahuan, serta dukungan teknis untuk memperkuat GIAHS di Indonesia dan mendorong penetapan situs GIAHS lainnya di masa mendatang," ucap Taufiq.
Kabupaten Karangasem merupakan sentra produksi salak terbesar di Bali dengan total 24.972 ton pada 2024. Sistemnya melibatkan 2.800 petani di Desa Adat Sibetan yang menjaga lebih dari 12 varietas lokal salak.
Menurut FAO, aturan adat setempat atau awig-awig melindungi lahan pertanian dari alih fungsi serta membatasi penjualan lahan kepada pihak luar sehingga memastikan keberlanjutan sistem agroforestri selama turun-temurun.
Sekretaris Daerah Karangasem, I Ketut Sedana Merta, menilai pengakuan global tersebut sebagai penghormatan atas pengetahuan leluhur maupun pengelolaan lahan selama berabad-abad.
Baca juga: Jika Program Diversifikasi Pangan Pemerintah Hanya Omon-omon, Krisis Mengintai Indonesia
“Di tengah tantangan alih fungsi lahan, menurunnya minat generasi muda dalam bertani, serta perubahan iklim, pengakuan GIAHS ini menjadi dorongan untuk terus berinvestasi pada petani dan praktik berkelanjutan mereka,” ujar Ketut.
“Kami berharap pengakuan ini meningkatkan perhatian global terhadap sistem agroforestri salak, membuka peluang kolaborasi internasional, memperkuat kemitraan publik swasta komunitas dalam agrowisata," imbuh dia.
Selain itu, upaya tersebut dapat mendorong pengembangan produk turunan, riset pertanian, dan konservasi keanekaragaman hayati, serta menarik minat generasi muda untuk bertani.
Sebagai informasi, sistem agroforestri Karangasem mengintegrasikan budi daya salak dengan berbagai tanaman lain di wilayah paling kering di Bali yang memungkinkan panen sepanjang tahun dan menciptakan lanskap pertanian yang kaya keanekaragaman hayati.
Masyarakat Bali mengembangkannya melalui penerapan sistem budi daya terpadu lima strata. Seluruh bagian tanaman salak dimanfaatkan, sehingga termasuk komoditas yang tanpa limbah.
Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal, menekankan pentingnya GIAHS sebagai model ketahanan iklim dan transformasi sistem pangan.
“Komunitas di berbagai wilayah Indonesia memiliki sistem pertanian tradisional berharga yang dapat menjadi solusi adaptasi iklim. FAO siap mendukung Indonesia menjaga situs GIAHS pertamanya dan mendorong penetapan situs-situs berikutnya," papar dia.
Ia mencatat, Indonesia bersama Brasil, China, Ekuador, Iran, Italia, Jepang, Korea, Meksiko, Maroko, Spanyol, Thailand, dan Tunisia dalam menerima penghargaan GIAHS 2025. Selain mempromosikan komoditas unggulan, kegiatan itu merupakan momen pertukaran pengetahuan tradisional, praktik ekologis, ataupun budaya antar negara.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya