Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana

Kompas.com - 01/11/2025, 11:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Direktur Tropenbos Indonesia, Edi Purwanto, mengungkapkan bahwa agroforestri intensif berpotensi masuk dalam pasar karbon untuk mengatasi emisi gas rumah kaca (GRK).

Agroforestri intensif tidak sekadar rehabilitasi lahan dan pemenuhan kebutuhan, tetapi juga berorientasi pada usaha komersial berkelanjutan.

"Kalau hutan suatu-saat habis, orang akan membudayakan antara pohon-pohonan dengan tanaman semusim sebagai sumber karbon, tanaman semusim sebagai sumber pangan. Jadi dengan demikian agroforestri intensif seperti harapan ke depan kita di luar hutan," ujar Edi di sela Focus Group Discussion (FGD) di Bogor, Jumat (31/10/2025).

Menurut dia, agroforestri intensif mengombinasikan tanaman tahunan dan tanaman pangan. Sistem ini dinilai dapat menjaga cadangan karbon sekaligus meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.

Baca juga: Perusahaan Bahan Bakar Fosil Tambah 2.300 Proyek Baru, Picu Krisis Karbon

Tropenbos Indonesia berencana mengembangkan proyek percontohan agroforestri intensif di Lampung, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tenggara. Beberapa komoditasnya antara lain kratom dan karet di Kalimantan Barat, serta kakao di Sulawesi Tenggara.

Kendati demikian, inisiatif itu terhambat karena belum adanya pendanaan.

“Prosesnya sudah selesai kami ajukan, bahkan sampai ke Belanda, tapi belum mendapat pendanaan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa terlaksana,” ucap Edi.

Edi turut menyoroti deforestasi menjadi penghambat utama dalam upaya memasukkan agroforestri ke pasar karbon. Selain itu, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pangan, dan Kementerian Lingkungan Hidup belum memilki regulasi agroforestri dalam perdagangan karbon.

"Tantangannya masih banyak sekali, nanti tergantung kebijakan Kementerian Kehutanan apakah membolehkan kita menjual karbon di tengah petani atau tidak. Itu masih memerlukan juga perubahan-perubahan kebijakan, karena itu sekarang ini kami menggelar FGD ini kami mengintegrasikan kebijakan," jelas dia.

Baca juga: Perusahaan Bahan Bakar Fosil Wajib Kembangkan Teknologi Penghilang Karbon

Harapannya, hasil FGD dapat mendorong pemerintah menyusun Peraturan Pemerintah terkait agroforestri intensif untuk perdagangan karbon.

Geliat Perdagangan Karbon

Sebelumnya, Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan pasar karbon termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional.

"Kami membuka selebar-lebarnya perdagangan pasar karbon sukarela. Pemerintah membuka peluang perdagangan karbon pada setiap sektor," ujar Hanif, Rabu (29/10/2025).

Dia menyampaikan, bursa karbon mulai bergeliat meskipum tak signifikan. Sejak IDX Carbon meluncurkan pada 2023 lalu, proyek ini tercatat menjual 1,6 juta ton CO2 dengan nilai transaksi Rp 78,5 miliar hingga pertengahan 2025.

"Di tengah kekayaan alam, keunggulan geografi kita, kami belum mampu menghadirkan perdagangan karbon dengan nilai yang layak. Rp 78,5 miliar ini angka yang tidak sebanding dengan upaya kita semua," tutur Hanif.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Pemerintah
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
BrandzView
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
LSM/Figur
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau