JAKARTA, KOMPAS.com – Kampung Sinema di Kebon Melati, Jakarta Pusat, lahir dari semangat warga demi bisa memproduksi film.
Ade Maulana, Ketua Produksi Kampung Sinema, mengungkapkan bahwa film perdana mereka yang berjudul Kartu Bebas Lapar diproduksi dengan dana kolektif.
Bahkan, Ketua RW saat itu rela menggadaikan gelang pribadinya untuk menutupi kebutuhan produksi.
Baca juga: Ini Poin-poin 17+8 Tuntutan Rakyat yang Jatuh Tempo Hari Ini
“Film pertama itu kolektif, cuman film-film sekarang yaudah, karena kita udah punya alhamdulillah dapat hasil dari festival, ya kita udah bisa produksi mandiri. Dan kita juga film pertama ngegadein gelangnya Bu RW, buat modal,” kata Ade saat ditemui, Kamis (4/9/2025).
Film Kartu Bebas Lapar berangkat dari keresahan Ketua RW terkait maraknya praktik penggadaian Kartu Jakarta Pintar (KJP) di lingkungannya.
“Film pertama kali yang di sini tuh Pak RW khawatir banyak warga yang gadein kartu KJP. Yaudah kita bikinin filmnya aja, dari situ dibikin skripnya,” ujar Ade.
Ade menyebutkan, proses produksi film tak hanya soal modal. Warga ikut dilibatkan sebagai pemeran, kru kamera, hingga bagian teknis lainnya.
Untuk memperkuat kualitas, komunitas ini juga mendatangkan pelatih peran dan sinematografi dari luar.
“Kita emang berdayain teman-teman di sini untuk jadi talent, untuk megang kamera, kita kasih pelatihan juga, kita kasih guru-guru peran,” jelas Ade.
Baca juga: Warga di Kebon Melati Ubah Program RW Jadi Kampung Sinema Penuh Kreasi
Perjuangan yang penuh keterbatasan itu berbuah manis. Film perdana mereka sukses diputar dalam festival dan membuka jalan lahirnya identitas Kampung Sinema sebagai wadah kreatif resmi RW.
“Kenapa ada nama Kampung Sinema itu? Karena awalnya kan kita produksi film. Kita produksi film, terus hasilnya bagus. Nah akhirnya, kita masukin film ini ke program kerja. Terus kita branding kita Kampung Sinema,” ujar Ade.
Sejak saat itu, Kampung Sinema terus berkembang dengan memproduksi film-film lain bertema sosial, budaya, hingga religi.
Kini mereka sudah menghasilkan empat film, yaitu Kartu Bebas Lapar, Aku Plastik, Tekad, dan Yang Kita Tidak Tau. Keempat film tersebut bahkan diputar dalam festival.
Saat ini, mereka tengah bersiap menggarap film kelima pada November 2025 mendatang.
Ke depan, Kampung Sinema menargetkan produksi film musikal yang mengangkat budaya Betawi dengan balutan konflik sosial.
“Target besarnya, bikin film musikal. Film musikal panjang tentang budaya Betawi yang dibentrokan dengan sosial, konfliknya tetap sosial,” ujar Ade.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini