JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, menyatakan bahwa membawa atribut ke dalam gedung pengadilan dapat dikenai pidana.
Dalam konteks penyampaian pendapat di dalam persidangan, penggunaan berbagai sarana seperti poster, bendera, dan atribut lainnya dapat mengganggu konsentrasi hakim, saksi, ahli, serta para pihak yang berperkara, sehingga berpotensi mengganggu jalannya persidangan.
Hal tersebut berpotensi melanggar tata tertib, karena pengadilan memiliki instrumen hukum berupa peraturan tentang tata tertib yang wajib dipatuhi oleh seluruh pihak dan pengunjung.
Baca juga: Ahli Hukum Tata Negara: Bawa Poster ke Pengadilan Langgar Aturan
Beleid ini melarang segala tindakan yang dapat mengganggu jalannya persidangan, seperti mengeluarkan ucapan, menempelkan spanduk, atau melakukan tindakan yang bersifat agitasi dan sejenisnya.
Apabila kegaduhan tersebut terjadi secara sistematis, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan.
“Artinya setiap orang yang melakukan tindakan yang merendahkan, melecehkan, atau mengganggu wibawa pengadilan dapat dianggap melakukan contempt of court dan mempunyai konsekuensi pidana,” jelas Fahri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/10/2025).
Secara hukum, contempt of court diatur dalam Pasal 207 serta Pasal 217 hingga 223 KUHP, Pasal 28 dan 29 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Peraturan Mahkamah Agung (Perma), serta Pasal 218 KUHAP yang mengatur kewajiban bersikap hormat di persidangan.
Baca juga: Kartu Merah dan Tiupan Peluit di Sidang Praperadilan Delpedro Cs
Pengaturan pranata ini dimaksudkan untuk menjaga kewibawaan dan kehormatan lembaga peradilan.
Instrumen hukum pidana dan kekuasaan kehakiman mengatur secara khusus mengenai hal ini.
Misalnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 207 mengatur pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja menghina penguasa atau badan umum di muka umum.
Sementara itu, Pasal 217 hingga Pasal 223 KUHP mengatur mengenai tindak pidana yang berkaitan dengan gangguan terhadap jalannya persidangan.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga secara khusus mengatur hal ini dalam Pasal 28 dan Pasal 29, yang menyatakan bahwa pengadilan harus dilindungi dari segala bentuk penghinaan atau tindakan yang merendahkan wibawanya.
Ketentuan tersebut diperkuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 218, yang mengatur kewajiban setiap orang untuk menunjukkan sikap hormat di ruang sidang. Apabila ketentuan ini tidak dipatuhi, maka yang bersangkutan dapat dikeluarkan dari ruang sidang.
Baca juga: Arti Kartu Merah dan Tiupan Peluit dalam Sidang Praperadilan Delpedro Cs
Secara operasional, Mahkamah Agung juga menetapkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan di Lingkungan Pengadilan, sebagai pedoman pelaksanaan ketentuan tersebut.
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 6 Tahun 2020 merupakan perubahan atas Perma Nomor 5 Tahun 2020 dan juga memuat ketentuan mengenai penghormatan terhadap pengadilan.