KOMPAS.com - Sebuah tanggul berbentuk pagar beton sepanjang sekitar 2–3 kilometer kini terlihat membentang panjang di pesisir Cilincing, Jakarta Utara. Rekaman pembangunan tanggul tersebut sempat ramai dibagikan di media sosial.
Kemunculan pagar Laut Cilincing itu memicu keluhan dari sejumlah nelayan setempat. Mereka mengaku kesulitan mencari ikan karena aktivitas melaut menjadi terhambat.
"Tanggul beton nih di Pesisir Cilincing, menyulitkan nelayan pesisir untuk melintas. Ini kurang lebih ada 2-3 kilometer panjangnya. Jadi awalnya perlintasan nelayan sehingga kesulitan mencari ikan karena harus memutar jauh dengan adanya tanggul beton ini," kata seseorang dalam video di akun @cilincinginfo.
Terkait hal ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menegaskan bahwa proyek tersebut bukan berada di bawah kewenangan mereka.
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan pembangunan tanggul di Cilincing telah memiliki dasar hukum yang jelas, setelah sebelumnya dikabarkan bahwa proyek pagar beton laut itu tak berizin.
Proyek pagar beton Laut Cilincing tersebut, menurut KKP, sudah mengantongi persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL).
Pemilik perusahaan pagar Laut Cilincing
Untuk diketahui, pemilik pagar beton Laut Cilincing adalah PT Karya Citra Nusantara (KCN), perusahaan yang juga pemilik pelabuhan curah Marunda, di Jakarta Utara.
Pagar Laut Cilincing yang baru-baru ini viral merupakan bagian dari pengembangan Pelabuhan Marunda. Pembangunan pelabuhan ini sudah dilakukan sejak 2013 untuk tiga dermaga curah (tier).
Sesuai rencana, ketiga dermaga seharusnya rampung pada 2023. Namun pembangunannya masih molor sampai sekarang karena masalah sengketa perebutan saham PT KCN.
Mengutip situs resmi perusahaan, PT KCN merupakan anak usaha PT Karya Teknik Utama (KTU), sebuah perusahaan swasta galangan kapal dan penyedia jasa angkut kapal yang berbasis di Batam, Kepulaun Riau.
PT KTU mengempit saham sebesar 85 persen saham PT KCN atau sebagai pengendali saham. Sementara 15 persen sisa saham di PT KCN dikuasai PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN).
Namun demikian, kepemilikan saham mayoritas PT KTU di PT KCN masih jadi sengketa sampai hari ini. PT KCN sendiri awalnya dibentuk sebagai perusahaan patungan antara PT KBN dan PT KTU untuk menggarap proyek Pelabuhan Curah Marunda.
Pada awal perjanjian, struktur kepemilikan saham ditetapkan sebesar 15 persen untuk PT KBN dan 85 persen untuk PT KTU, dengan persetujuan Kementerian BUMN serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sebagai pemegang saham paling besar, PT KTU diminta menyediakan seluruh dana investasi untuk pembangunan pelabuhan. Sementara PT KBN menyetor modal dalam bentuk aset lahan.
Namun, situasi berubah pada 2012. Setelah pergantian direksi di tubuh PT KBN, muncul kesepakatan untuk mengubah komposisi saham menjadi seimbang, yakni 50:50 dari direksi baru.
Sayangnya, rencana itu tidak bisa direalisasikan karena PT KBN dianggap gagal menyetor modal tambahan. Hambatan tersebut salah satunya dipicu oleh izin penambahan modal dari Kementerian BUMN dan Pemprov DKI yang tak kunjung dipenuhi.
Perselisihan ini berujung pada mandeknya pembangunan Pelabuhan Marunda. Bahkan akses ke pelabuhan sempat ditutup. Proyek ini juga digadang-gadang bisa mengurangi beban Pelabuhan Tanjung Priok.
Karena buntunya mediasi kedua perusahaan, PT KBN melayangkan gugatan perdata dengan tujuan membatalkan konsesi. Sementara PT KCN menilai langkah tersebut tidak adil dan menuduh adanya praktik manipulasi oleh pihak manajemen PT KBN.
Sebagai informasi, PT KBN merupakan perusahaan kepelabuhanan berstatus pelat merah. Sebesar 73 persen saham perusahaan pengelola kawasan industri dan pelabuhan ini dimiliki pemerintah Indonesia melalui Danareksa.
Selain itu, sebanyak 26,85 persen saham di PT KBN dimilik Pemprov Jakarta. Perusahaan ini juga mengelola kawasan industri serta pusat logistik berikat yang berada di kawasan Cilincing.
https://money.kompas.com/read/2025/09/12/200700626/siapa-pemilik-saham-perusahaan-pembuat-pagar-beton-di-laut-cilincing-