Berdasarkan survei HSBC Redefining Treasury in Asia Pacific: Voices of Treasury 2025, sebanyak 48 persen treasurer di Indonesia menilai risiko keamanan siber merupakan hambatan utama dalam mewujudkan sistem perbendaharaan real-time (real-time treasury).
Kekhawatiran itu mencerminkan masih kuatnya perhatian terhadap perlindungan dan keamanan data, terutama setelah beberapa insiden peretasan yang melibatkan data pribadi terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Mayoritas treasurer Indonesia menilai penerapan AI dan sistem pembayaran digital dapat meningkatkan efisiensi, visibilitas arus kas, serta akurasi pengambilan keputusan bisnis.
Digitalisasi Dorong Efisiensi dan Akurasi
AI dinilai berpotensi besar membantu perusahaan memproyeksikan arus kas, mendeteksi penipuan (fraud detection), serta mengidentifikasi pola transaksi abnormal.
Teknologi ini juga dapat menekan biaya operasional melalui otomatisasi proses keuangan yang sebelumnya dilakukan secara manual.
“Meskipun saat ini baru sekitar 8 persen yang menilai AI sangat berguna, dalam tiga tahun ke depan satu dari dua treasurer memperkirakan manfaatnya akan menjadi sangat signifikan,” dalam survei HSBC Redefining Treasury in Asia Pacific: Voices of Treasury 2025 pada Kamis (16/10/2025).
Head of Global Payments Solutions HSBC Indonesia, Anne Suhandojo, menilai digitalisasi sistem pembayaran menjadi faktor kunci untuk mencapai real-time treasury, terutama di tengah volatilitas nilai tukar dan suku bunga.
“Kami memahami prioritas utama perusahaan saat ini adalah tetap tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi global. Karena itu, kami membantu nasabah Indonesia mendigitalisasi sistem pembayaran mereka, termasuk mengatasi kompleksitas pembayaran lintas batas,” ujar Anne.
Menurutnya, langkah tersebut mencakup solusi pembayaran domestik maupun lintas negara (cross-border payments), dengan fitur otomatisasi konversi ke lebih dari 130 jenis mata uang asing.
Anne mencontohkan salah satu nasabah HSBC di sektor pelayaran yang memiliki 12 anak usaha di berbagai negara Asia.
Setelah mengintegrasikan sistem pembayaran dan cash management dari HSBC, perusahaan tersebut mampu memangkas proses manual dan memperoleh visibilitas arus kas secara real-time, yang sebelumnya terbatas karena data tersebar di berbagai bank dan kanal pembayaran berbeda.
Dalam survei yang sama, treasurer di Asia Pasifik juga menempatkan “mengelola keuangan di tengah volatilitas nilai tukar dan suku bunga” sebagai prioritas utama dalam 12 bulan mendatang.
Isu ini menduduki posisi teratas di tujuh dari delapan negara yang disurvei, termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Hong Kong, China, Australia, dan Selandia Baru.
Ekspansi ke pasar baru berada di peringkat terendah, mencerminkan kehati-hatian pelaku usaha di tengah ketidakpastian perdagangan global.
Di sisi lain, tiga dari lima responden menyebut volatilitas pasar dan perlambatan ekonomi sebagai risiko utama dalam satu tahun ke depan. Karena itu, kebutuhan akan sistem keuangan yang terhubung secara real-time menjadi semakin penting untuk menjaga ketahanan bisnis.
https://money.kompas.com/read/2025/10/16/180944126/48-persen-treasurer-indonesia-khawatir-risiko-siber-hambat-transformasi