SOLO, KOMPAS.com – Rampung mencuci baju, Rusmiyati (43) buru-buru menuju toko kelontong terdekat. Ia ingin membeli detergen pagi itu karena tahu persedian di rumah hampir habis.
Rosa, begitu Rusmiyati lebih akrab disapa, yakin sisa detergennya tak akan cukup untuk mencuci baju di kemudian hari. Ia memilih segera saja membelinya sebelum nanti dibutuhkan.
Setibanya di rumah, ia lalu dengan hati-hati menggunting kemasan detergen tersebut. Rosa kemudian memindahkan isinya ke wadah khusus yang biasa digunakan.
Baca juga: Kisah Dita, Tak Pernah Kekurangan Modal Usaha Berkat Tabungan Emas Pegadaian
Dengan ini, di tangannya tinggal ada kemasan plastik detergen yang kosong. Alih-alih membuangnya ke tempat sampah, Rosa pun memilih untuk menyimpannya di sudut dapur.
Bukan tanpa alasan. Warga Kampung Pojok RT 003/RW 004 Desa Mulur, Bendosari, Sukoharjo, Jawa Tengah itu melakukannya karena ingin ikut berperan dalam upaya menjaga lingkungan.
Rosa akan menyetorkan bungkus-bungkus plastik tersebut ke pengurus Bank Sampah Unit (BSU) Pojok Keren (Joker) di desanya untuk kemudian diolah.
Sejak setahun terakhir, Rosa memang telah memutuskan untuk semakin giat memilah sampah rumah tangganya. Hal itu terjadi setelah ia bergabung menjadi nasabah BSU Joker.
Bukan hanya plastik detergen, ia juga telah secara rutin memisahkan kemasan-kemasan lain, seperti botol minuman, kaleng bekas makanan, kardus, hingga kertas-kertas tak terpakai.
”Kalau sebelumnya, ketika ada sampah, ya kami buang begitu saja. Sekarang lain, kami di rumah sudah mulai terbiasa memilah sampah. Suami dan anak-anak juga begitu. Apalagi kami sudah tahu kalau sampah-sampah ini bisa diuangkan dan diikutkan tabungan emas,” ucapnya saat diwawancarai Kompas.com pada Sabtu (28/8/2024).
Ia menganggap, program tabungan emas melalui bank sampah memiliki dampak positif untuk jangka panjang.
Selain dapat mengatasi persoalan sampah, program itu bisa sedikit membantu urusan finansial para warga yang menjadi nasabah bank sampah tersebut.
Sebab, hasil dari sampah yang dikumpulkan bisa diuangkan dan bahkan bisa disalurkan dalam tabungan emas sebagai bentuk investasi.
”Sesuai pemahaman kami, dalam jangka panjang, nilai emas ini kan cenderung naik atau setidaknya stabil. Jadi kami pun kian bersemangat memilah dan mengolah sampah. Harapannya, sehat diraih, simpanan emas kami pun bisa bertambah,” tutur tersenyum.
Baca juga: Sambut HUT Ke-79 RI, Pegadaian Tebar Diskon Tabungan Emas
Warga Desa Mulur, Bendosari, Sukoharjo, Jawa Tengah, menunjukkan buku tabungan emas yang diterbitkan oleh PT Pegadaian (Persero) belum lama ini. Setelah Bank Sampah Induk (BSI) BUMDes Mulur bekerja sama dengan Pegadaian untuk mengadakan program memilah sampah menabung emas, jumlah anggota bank sampah di Desa Mulur naik signifikan dari 100-an menjadi 320-an hanya dalam waktu kurang dari setahun.Manajer Operasional Bank Sampah Induk (BSI) Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Mulur, Arnisya Frisiliani, mengatakan dalam menjalankan program memiliah sampah menjadi emas, BSI BUMDes Mulur bekerja sama dengan PT Pegadaian (Persero) sejak akhir tahun lalu.
Ia pun bersyukur, setelah program tabungan emas tersebut disosialisasikan lebih luas ke masyarakat, jumlah BSU yang terbentuk di Mulur terus bertambah.
Dari awalnya hanya empat BSU, Desa Mulur kini sudah memiliki 20 BSU yang siap menjadi kepanjangan tangan dari BSI BUMDes Mulur dalam mengelola sampah dari warga.
Jumlah warga yang siap mengolah sampah atau menjadi nasabah BSU otomatis juga ikut bertambah setelah disosialisasikan program memilah sampah menjadi emas.
”Saya hitung, sebelum kami bekerja sama dengan Pagadaian, jumlah nasabah tidak lebih dari 100 orang. Sedangkan untuk saat ini, jumlahnya sudah mencapai lebih dari 320 orang,” tuturnya.