Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Widodo Setiadarmaji
Tenaga Ahli Industri

Pemerhati Industri Baja dan Pertambangan

Tarif Baja AS: Jejak Sejarah dan Pembelajaran bagi Indonesia

Kompas.com - 03/06/2025, 11:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DONALD Trump kembali mengejutkan dunia dengan rencana pemberlakuan tarif baja sebesar 50 persen, yang diumumkan pada 30 Mei 2025, dalam acara di U.S. Steel Mon Valley Works–Irvin Plant, Pennsylvania.

Kebijakan ini, meskipun kontroversial, sebenarnya bukan barang baru yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat untuk melindungi industri bajanya.

Sejak era Hoover dengan Smoot-Hawley Tariff Act tahun 1930 hingga berbagai bentuk trade remedies di era Barack Obama, Trump, dan Joe Biden, industri baja selalu menjadi perhatian penting dan mendapatkan perlindungan istimewa Pemerintah AS.

Sejarah kebijakan proteksionisme baja di Amerika Serikat telah dimulai sejak awal abad ke-20. Pada era Presiden Herbert Hoover, kebijakan proteksionisme menjadi sangat menonjol dengan diberlakukannya "Smoot-Hawley Tariff Act" pada 1930, yang menaikkan tarif impor baja serta berbagai jenis barang pertanian dan industri lainnya secara signifikan hingga mencapai rata-rata lebih dari 50 persen.

Undang-undang ini bertujuan melindungi industri dalam negeri AS, termasuk produsen baja domestik, dari persaingan asing.

Namun, langkah proteksionisme ini memicu perang dagang internasional yang memperburuk krisis ekonomi global dan mengakibatkan penurunan perdagangan internasional hingga 65 persen selama 5 tahun berikutnya (Northern Trust).

Setelah Perang Dunia II, industri baja Amerika Serikat berada pada masa keemasan yang berlangsung sepanjang akhir 1940-an hingga akhir 1960-an.

Amerika Serikat menjadi pemasok utama baja dunia, terutama untuk kebutuhan rekonstruksi ekonomi Eropa dan Asia yang hancur akibat perang.

Baca juga: Makna 2 Ton Sabu yang Disita BNN

 

Namun pada dekade 1960-an, industri baja di negara-negara Eropa Barat dan Jepang mulai bangkit dengan pesat dan menjadi pengekspor baja yang kompetitif.

Tekanan impor mulai dirasakan oleh industri baja domestik AS pada dekade 1960-an. Untuk menghadapi tantangan ini, pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Lyndon B. Johnson mulai memanfaatkan secara lebih intensif instrumen perdagangan seperti kebijakan antidumping dan countervailing duties untuk mengendalikan impor baja murah dari Eropa dan Jepang.

Selain itu, pemerintah AS juga mencapai kesepakatan voluntary export restraints (VERs) dengan negara-negara eksportir baja tersebut (Wikipedia, National Bureau of Economic Research (NBER)).

Memasuki awal 1970-an, Presiden Richard Nixon menghadapi tekanan pada sistem moneter internasional Bretton Woods akibat permintaan konversi dollar ke emas dari negara-negara mitra dagang, yang memicu kekhawatiran akan terjadinya pelarian emas, serta inflasi domestik yang tinggi.

Untuk mengatasi krisis ini, pada 15 Agustus 1971, Nixon menerapkan kebijakan yang dikenal sebagai "Nixon Shock".

Langkah-langkah utama yang diambil adalah penghentian konversi dollar AS terhadap emas, pengendalian harga dan upah di dalam negeri, serta penerapan tarif tambahan sebesar 10 persen terhadap semua impor, termasuk baja.

Penerapan tarif universal ini memiliki kemiripan dengan kebijakan Liberation Day Tariff yang diambil Presiden Trump beberapa dekade kemudian, yang juga menyasar semua jenis produk dan negara eksportir (NBER).

Halaman:


Terkini Lainnya
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
Ekbis
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Ekbis
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Ekbis
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
Ekbis
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
Ekbis
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban  hingga ke Pelosok
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban hingga ke Pelosok
Ekbis
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Ekbis
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Ekbis
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi 'Angin Segar' di Semester II 2025
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi "Angin Segar" di Semester II 2025
Cuan
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Energi
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
Ekbis
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Ekbis
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Ekbis
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
Ekbis
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
Keuangan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau