KOMPAS.com - Beberapa hari terakhir ramai kabar soal tanah nganggur 2 tahun disita negara. Hal ini memicu perdebatan di media sosial.
Kabar soal tanah nganggur 2 tahun disita negara kemudian semakin jadi polemik panas, di saat bersamaan beredar upaya pemerintah melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan rekening bank milik masyarakat yang menganggur.
Menurut catatan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), total ada 1,4 juta hektar yang menganggur alias dibiarkan terlantar dari 55,9 juta hektar tanah bersertipikat.
"Rekening nganggur 3 bulan diblokir negara, tanah nganggur 2 tahun disita negara, kami nganggur bertahun-tahun negara tidak peduli," bunyi unggahan warganet yang viral di berbagai platform media sosial.
Sebagai informasi saja, aturan tanah nganggur 2 tahun disita negara memang benar adanya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
Dalam PP tersebut, pemerintah memiliki wewenang untuk mengambil alih tanah yang tidak dimanfaatkan (nganggur) selama lebih dari 2 tahun setelah hak atas tanah diberikan.
Baca juga: Mengenal Eigendom, Bukti Kepemilikan Tanah Warisan Belanda
Tanah terlantar yang bisa diambil alih negara adalah tanah dengan status kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP), Hak Pengelolaan (HPL), dan Hak Milik.
Tanah-tanah berstatus di atas bisa diambil pemerintah bila memenuhi syarat antara lain tidak diusahakan, tidak dimanfaatkan, atau tidak dipelihara sesuai dengan tujuan pemberian haknya dalam jangka waktu tertentu sesuai peraturan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) Kementerian ATR/BPN, Jonahar, mengungkapkan penertiban tanah ini bukan berarti negara hendak mengambil alih tanah milik masyarakat.
Pemberlakukan PP Nomor 20 Tahun 2021 adalah untuk mengoptimalkan semua sumber daya, dalam hal ini tanah, agar bisa dimanfaatkan secara optimal.
"Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 dalam Undang-Undang Dasar 1945, yakni tanah dan sumber daya agraria dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," terang Jonahar.
Ia melanjutkan, aturan tanah nganggur 2 tahun disita negara saat ini diprioritaskan untuk tanah-tanah terlantar berstatus HGU dan HGB yang dikuasai badan hukum seperti perusahaan.
Baca juga: Apa Itu Tanah Girik dan Bagaimana Cara Mengurusnya Jadi SHM?
Sehingga masyarakat pemilik tanah berstatus SHM, tidak perlu khawatir aset lahannya bakal diambil alih negara.
"Jadi, para pemilik SHM (Sertifikat Hak Milik) diimbau untuk tidak panik berlebihan," ungkap Jonahar.
Sedangkan untuk tanah dengan status SHM, pengambilalihan oleh negara hanya berlaku dalam kondisi khusus, misalnya jika tidak dipergunakan selama bertahun-tahun atau fungsi sosialnya tidak terpenuhi, termasuk dikuasai pihak lain selama 20 tahun berturut-turut tanpa hubungan hukum.