JAKARTA, KOMPAS.com – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyarankan agar Badan Pangan Nasional (Bapanas) kembali menerapkan skema rafaksi dalam penetapan harga gabah dan beras secara terbatas.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development (FESD) INDEF, Abra Talattov, menilai penetapan rafaksi harga terbatas penting untuk menjembatani antara perlindungan harga dasar petani dan upaya menjaga disiplin mutu gabah nasional.
Abra menjelaskan bahwa skema rafaksi secara terbatas memungkinkan pemerintah tetap menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram (kg) sebagai acuan dasar, namun dengan penyesuaian harga berdasarkan kualitas gabah yang diserap.
Baca juga: Harga Beras Tinggi Saat Produksi Melimpah, Indef Soroti Penghapusan Rafaksi
Misalnya, gabah dengan kualitas sangat baik, memiliki kadar air kurang dari atau sama dengan 14 persen serta butir hampa minimal, dapat dihargai sedikit lebih tinggi dari HPP.
Sebaliknya, gabah dengan kadar air di atas 25 persen tetap dapat diserap oleh Bulog, namun pada harga sedikit di bawah HPP.
“Dalam skema ini, pemerintah tetap menetapkan HPP Rp6.500 per kg sebagai acuan dasar, namun menambahkan tingkatan harga berdasarkan kualitas gabah yang diserap,” ujar Abra saat dihubungi Kompas.com, Selasa (5/8/2025).
Pendekatan harga bertingkat (multi-tier pricing) ini dinilai memberi ruang bagi pemerintah untuk menyerap gabah petani secara luas tanpa mengabaikan aspek mutu.
Abra menyebut, skema ini menjadi penting untuk diterapkan secara selektif, terutama di wilayah-wilayah surplus gabah dan pada musim panen raya.
Pada periode tersebut, volume panen biasanya meningkat drastis dan risiko masuknya gabah bermutu rendah ke gudang Bulog ikut bertambah.
Jika tidak dikendalikan, kondisi ini berpotensi menurunkan mutu cadangan beras pemerintah (CBP) dan menyebabkan susut nilai serta kerugian penyimpanan jangka panjang.
“Jika tidak dikendalikan, stok cadangan beras pemerintah berisiko menurun mutunya, yang dapat menimbulkan susut nilai dan kerugian penyimpanan,” paparnya.
Abra memandang, dengan diberlakukannya rafaksi, petani tetap dapat menjual hasil panennya tanpa penolakan, tetapi disertai dengan sinyal harga bahwa kualitas yang lebih baik akan dihargai lebih tinggi. Hal ini, menurut Abra, dapat menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan kualitas hasil panennya.
Ia mencatat, skema HPP tunggal memang terbukti efektif melindungi petani dari anjloknya harga di pasar. Namun, kebijakan tersebut tidak memberikan dorongan yang cukup kuat bagi perbaikan mutu gabah.
Sebaliknya, skema HPP multikualitas dinilai mampu mendorong peningkatan produksi gabah berkualitas tinggi dan memberikan keuntungan yang lebih baik bagi usaha tani.
Petani akan termotivasi untuk meningkatkan mutu gabah dari kualitas medium ke kualitas premium.