JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal II 2025 sebesar 5,12 persen sebagai anomali.
Sebab, data-data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi Indonesia berbeda dari kondisi riil.
Angka pertumbuhan tersebut juga berbeda jauh dengan proyeksi dari ekonom dan analis dalam negeri yang memprediksi ekonomi tumbuh di bawah 5 persen pada periode ini.
Baca juga: Ekonomi RI Tumbuh 5,12 Persen di Kuartal II, Ekonom: Ada Beberapa Data yang Janggal...
Bahkan, mereka memperkirakan pertumbuhan akan lebih rendah dari kuartal sebelumnya.
"Beberapa data yang tidak match ini tentu saja menjadi pertanyaan publik bahwa apakah pertumbuhan ekonomi 5,12 persen itu cukup menggambarkan kondisi real Indonesia saat ini?" ujar Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, dalam sebuah diskusi, Rabu (6/8/2025).
Andry pun lantas membeberkan sejumlah data BPS yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia.
Andry menjelaskan, pada Kuartal II kemarin tidak ada momentum Ramadhan dan Idul Fitri seperti Kuartal II 2024.
Tahun ini, momentum Ramadhan dan Idul Fitri terjadi pada akhir Kuartal I 2025.
Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal II kemarin tembus 5,12 persen.
Sedangkan Kuartal II 2024 hanya sebesar 5,05 persen dan Kuartal I 2025 justru lebih rendah, sebesar 4,87 persen.
Untuk diketahui, libur Ramadhan dan Idul Fitri menjadi patokan pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena pada momen tersebut konsumsi masyarakat meningkat pesat dari kondisi normal.
"Secara mencengangkan di triwulan II 5,12 persen. Ini menjadi salah satu pertanyaan. Padahal tidak ada momentum Ramadhan, tidak ada Lebaran seperti di Kuartal II periode sebelumnya, tetapi kenapa ada kenaikan yang cukup tinggi?" ucapnya.
Bahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode ini menjadi yang tertinggi setelah Vietnam (7,96 persen) di antara negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia (4,50 persen), Singapura (4,3 persen), dan Thailand (2,30 persen).
INDEF juga menyoroti data kinerja industri nasional, di mana terdapat 5 sektor industri yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu pengolahan; pertanian, kehutanan, dan perikanan; perdagangan besar dan eceran; konstruksi; serta pertambangan.
Berdasarkan data BPS, industri pengolahan tumbuh 5,68 persen, pertanian tumbuh 1,65 persen, perdagangan tumbuh 5,37 persen, konstruksi tumbuh 4,98 persen, dan pertambangan tumbuh 2,03 persen.