Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Menyoal Data BPS Ekonomi Tumbuh 5,12 Persen di Triwulan Dua

Kompas.com - 07/08/2025, 12:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI ATAS kertas resmi BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2025 terlihat gagah: 5,12 persen year-on-year. Angka itu seolah menampilkan ekonomi yang melaju di jalan tol pertumbuhan, mulus tanpa hambatan.

Namun, ketika menengok ke dapur ekonomi riil, aroma yang tercium tidak sepenuhnya sedap. Indeks PMI Manufaktur Indonesia menurut S&P Global pada Juli 2025 hanya 49,1, naik dari 46,9 di Juni, tetapi masih berada di bawah 50.

Zona itu adalah zona kontraksi, sinyal bahwa pabrik-pabrik di Karawang hingga Pasuruan belum benar-benar menambah gas.

Dalam logika awam, jika ekonomi tumbuh di atas lima persen, seharusnya deru mesin industri terdengar kencang. Kenyataannya tidak demikian.

Kontradiksi itu semakin jelas ketika perilaku konsumsi masyarakat ikut diperiksa. Mandiri Spending Index per 27 Juli 2025 tercatat 291,8, turun dari 297,4 pada minggu sebelumnya atau melemah 1,9 persen week-on-week.

Baca juga: Ketika Angka Pertumbuhan Ekonomi Dipertanyakan

Belanja hiburan menyusut, mobilitas masyarakat melambat, dan hanya belanja barang tahan lama yang relatif bertahan, itu pun terbatas pada kelompok masyarakat atas.

Secara geografis, Jawa menjadi penyumbang perlambatan terbesar, diikuti Sumatera dan Kalimantan, sementara Balnusra dan Maluku-Papua hanya tumbuh tipis.

Dibandingkan periode libur sekolah tahun lalu, agregat pertumbuhan belanja kali ini juga lebih rendah. Semua sinyal ini menunjukkan konsumsi rumah tangga, yang menjadi tulang punggung pertumbuhan PDB, sedang menahan diri.

Di titik ini, angka pertumbuhan 5,12 persen yang diumumkan BPS memunculkan pertanyaan yang wajar. Bagaimana mungkin ekonomi tercatat melesat jika konsumsi melemah dan industri belum ekspansif?

Dalam bukunya Seeing Like a State (1998), James C. Scott menjelaskan bahwa ketika negara membuat kebijakan berdasarkan data yang tidak merefleksikan realitas sosial secara akurat, maka kebijakan yang dihasilkan cenderung gagal, karena "kesederhanaan statistik" mengaburkan kompleksitas masyarakat.

Ketika indikator makroekonomi yang dipakai tidak kredibel, negara justru menciptakan solusi untuk masalah yang keliru, sehingga intervensi yang dibuat menjadi tidak presisi.

Akibatnya, bukan hanya kebijakan tidak efektif, tetapi juga bisa memperburuk keadaan karena mengabaikan gejala-gejala nyata di lapangan.

Laporan resmi BPS 1 Agustus 2025, memang menunjukkan pertumbuhan banyak ditopang konsumsi rumah tangga dan ekspor.

Baca juga: Skema Baru Pajak Kripto dan Emas Batangan

 

Ekspor Juni 2025 mencapai 23,44 miliar dolar AS, naik sebelas persen dibanding setahun lalu. Namun, dorongan terbesar masih berasal dari komoditas berbasis sumber daya alam, bukan dari hilirisasi industri manufaktur yang kokoh.

Fenomena ini persis seperti yang dijelaskan Robert Solow pada 1956, bahwa pertumbuhan berkelanjutan hanya bisa datang dari peningkatan produktivitas faktor total, bukan sekadar dorongan konsumsi atau ekspor komoditas. Pertumbuhan semacam ini tampak lebar di atas kertas, tetapi dangkal di fondasi.

Halaman:


Terkini Lainnya
Di Tengah Rumor PHK Massal, Laba Gudang Garam Anjlok Drastis
Di Tengah Rumor PHK Massal, Laba Gudang Garam Anjlok Drastis
Industri
Menkeu Purbaya soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Itu Suara Sebagian Kecil Masyarakat...
Menkeu Purbaya soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Itu Suara Sebagian Kecil Masyarakat...
Ekbis
IHSG Rontok Usai Sri Mulyani Diganti: Pasar Panik atau Rasional?
IHSG Rontok Usai Sri Mulyani Diganti: Pasar Panik atau Rasional?
Keuangan
Saham Emiten Rokok Meroket Usai Sri Mulyani Tak Lagi Jadi Menteri
Saham Emiten Rokok Meroket Usai Sri Mulyani Tak Lagi Jadi Menteri
Cuan
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Industri
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Ekbis
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
Keuangan
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Cuan
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Ekbis
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Energi
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Cuan
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Ekbis
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Keuangan
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Energi
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau