PADA 25 Juli, Menteri Keuangan Sri Mulyani menetapkan paket kebijakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50/2025 hingga PMK No. 54/2025 yang mengubah sejumlah skema pajak pada dua jenis instrumen investasi: emas batangan dan aset kripto.
Kelima beleid tersebut terbit sebagai penyesuaian terhadap perkembangan sektor keuangan sejak ditetapkannya Undang-Undang No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Pertama, skema pajak atas emas batangan mengalami perubahan sejalan dengan peresmian Pengadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI) sebagai bank emas (bullion) pertama di dalam negeri mulai 26 Februari 2025.
Diatur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 17/2024, bank emas menjadi lembaga jasa keuangan (LJK) yang berfokus menyediakan layanan jual-beli dan penyimpanan emas batangan kepada masyarakat.
Pendirian bank emas pada iklim investasi dalam negeri membuat skema pajak atas emas batangan harus disesuaikan. Pasalnya, skema kebijakan lama memunculkan kewajiban tumpang tindih pemungutan pajak antara pengusaha emas batangan dan bank emas.
Pada ketentuan lama di PMK No. 48/2023, pengusaha emas diwajibkan untuk memungut pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,25 persen dari pembeli ketika menjual emas batangan.
Baca juga: Urgensi Penjamin Simpanan pada Bank Emas
Sementara itu, ketentuan lain di PMK No. 81/2024 mewajibkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memungut PPh sebesar 1,5 persen ketika melakukan pembelian barang.
Akibatnya, ketika pengusaha emas batangan menjual langsung ke bank emas yang merupakan BUMN, kedua pihak akan saling memungut PPh. Dengan demikian, ada pemajakan berganda atas satu transaksi yang sama.
Mengatasi hal tersebut, diterbitkan PMK No. 52/2025 yang menghapus kewajiban memungut pajak oleh pengusaha emas batangan ketika menjual langsung emas batangan ke bank emas. Dengan demikian, hanya bank emas yang akan memungut pajak sebesar 1,5 persen.
Misalnya, ketika pengusaha menjual emas batangan senilai Rp 200 juta ke bank emas, maka bank emas akan memotong PPh sebesar 1,5 persen senilai Rp 3 juta. Sementara itu, pengusaha tidak lagi wajib ikut memungut PPh seperti di kebijakan sebelumnya,
Di sisi lain, masyarakat yang berinvestasi emas batangan tidak perlu khawatir. PMK No. 52/2025 kembali menegaskan bahwa tidak ada pajak atas pembelian emas batangan oleh konsumen akhir.
Fasilitas bebas pajak ini merupakan kebijakan yang telah lama berlaku sebagaimana pernah saya urai dalam kolom “Memahami Pajak Investasi Emas” (Kompas.com, 29/4/2024).
Kemudian, tarif PPh atas impor emas batangan juga dipangkas melalui PMK No. 51/2025. Pada kebijakan lama, impor emas batangan dikenakan PPh dengan tarif berkisar antara 2,5 persen hingga 10 persen.
Kini, tarif PPh impor emas batangan dipangkas dan disederhanakan menjadi tarif tunggal sebesar 0,25 persen dari nilai impor.
Sebagai contoh, untuk impor emas batangan senilai Rp 2 miliar, pajak impor pada skema lama adalah sebesar Rp 50 juta untuk impor dengan angka pengenal importir (API) atau Rp150 juta untuk impor tanpa API. Kini, nilai pajaknya turun menjadi hanya Rp 5 juta, dengan maupun tanpa API.