Temuan lain yang mengkhawatirkan adalah kondisi di penggilingan padi. Dari 23 penggilingan di Kecamatan Tempuran, Karawang, sebanyak 10 sudah berhenti beroperasi, sementara 13 lainnya masih berjalan tapi dalam kondisi stok yang minim.
Padahal, dalam keadaan normal, pelaku usaha penggilingan biasanya menyimpan stok sesuai kebutuhan operasional. Ada yang memilih menyimpan untuk kebutuhan sebulan, ada juga yang aman dengan cadangan tiga bulan agar tidak terganggu.
Misalnya, jika kapasitas penjualan 20 ton per hari, maka untuk tiga bulan dibutuhkan stok 1.200 ton. Namun kini, stok rata-rata mereka hanya sepersekian dari kebutuhan ideal tersebut.
“Tapi yang terjadi kemarin waktu saya sidak di sana itu rata-rata mereka stoknya tinggal 5 sampai 10 persen dari normal,” lanjutnya.
Kondisi ini memperlihatkan adanya anomali serius dalam tata niaga beras. Di satu sisi, harga gabah di petani tinggi, namun penggilingan justru kekurangan bahan baku dan stok beras makin menipis.
Sementara itu, harga di pasar terus meroket, membuat masyarakat menjerit.
Ombudsman menegaskan bahwa persoalan beras tidak bisa dilihat hanya dari sisi harga, karena realitas di lapangan menunjukkan persoalan struktural: mulai dari kegagalan panen, tekanan biaya produksi, keterbatasan stok di penggilingan, hingga distribusi yang timpang.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini