JAKARTA, KOMPAS.com – Sengketa hukum melibatkan PT Pembiayaan Digital Indonesia atau AdaKami kembali mencuat. Seorang nasabah bernama Nining Suryani resmi melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, perkara tersebut terdaftar dengan nomor 852/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL pada Rabu (20/8/2025). Gugatan dilayangkan setelah Nining mengaku menerima teror dari pihak AdaKami yang berdampak pada kondisi kesehatannya.
“Kondisi kesehatan penggugat yang menurun akibat teror tergugat sehingga penggugat memutuskan untuk work from home (WFH),” demikian bunyi petitum yang teregistrasi di pengadilan.
Dalam gugatannya, Nining menyebut mengalami rasa cemas karena riwayat kesehatannya menuntut pengawasan ketat terhadap tekanan darah. Ia menilai kerugian immaterial yang dialami tidak kurang dari Rp 2 miliar.
Baca juga: Soal Dugaan Ada Nasabah Bunuh Diri, Bos AdaKami: Itu Hoaks
Selain menuntut AdaKami, Nining juga menggugat Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), dan PT Bank KEB Hana Indonesia (Bank Hana).
“Kerugian immaterial penggugat ini dinilai dengan nilai tidak lagi kurang dari Rp 2 miliar,” tertulis dalam gugatan tersebut.
Tidak hanya itu, dalam petitumnya Nining juga meminta agar tergugat menyampaikan permintaan maaf secara terbuka melalui media nasional, termasuk Harian Kompas dan Media Indonesia, secara berurutan.
Gugatan hukum oleh nasabah terhadap PT Pembiayaan Digital Indonesia alias AdaKami menyulut kembali perhatian publik terhadap praktik penagihan fintech lending.
Baca juga: Lakukan Perbaikan SOP Penagihan, OJK Resmi Cabut Sanksi Administratif AdaKami
Nining Suryani menggugat AdaKami ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan teror melalui debt collector hingga menyebabkan gangguan kesehatan.
Perkara tercatat sebagai nomor 852/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL, didaftarkan pada Rabu, 20 Agustus 2025. Nining menuding bahwa tekanan dari
AdaKami membuatnya memutuskan untuk work from home (WFH) karena kondisi kesehatannya menurun. Dalam petitum, ia menaksir kerugian immaterial tidak kurang dari Rp 2 miliar.
Ia juga menuntut agar AdaKami dan pihak terkait, yaitu Otoritas Jasa Keuangan, Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia, serta PT Bank KEB Hana Indonesia, meminta maaf secara terbuka melalui Harian Kompas dan Media Indonesia.
Baca juga: Biaya Fintech Lending AdaKami Sesuai Regulasi OJK dan Profil Risiko Debitur