Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: APBN Harus Diarahkan ke Penciptaan Lapangan Kerja

Kompas.com - 02/09/2025, 19:55 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani menyatakan, gejolak ketidakpuasan publik yang memicu demonstrasi di berbagai daerah tidak bisa dilepaskan dari persoalan kesenjangan ekonomi.

Menurutnya, isu kenaikan tunjangan DPR atau pajak hanya pemicu, sedangkan akar masalah sesungguhnya ada pada menurunnya penghasilan kelompok menengah bawah.

“Akar masalahnya adalah penghasilan. Kelas menengah bawah tidak mendapat bantuan sosial, tapi penghasilannya terus menurun,” kata Aviliani dalam podcast Filonomics yang ditayangkan di kanal YouTube Kompas.com, dikutip pada Selasa (2/9/2025).

Baca juga: Studi: AI Bikin Lapangan Kerja untuk Anak Muda AS Turun 13 Persen

Ekonom senior INDEF Aviliani dalam program podcast Filonomics Kompas.com.TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE KOMPAS.com Ekonom senior INDEF Aviliani dalam program podcast Filonomics Kompas.com.

Menurut dia, pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk meredam ketidakpuasan publik, salah satunya adalah penciptaan lapangan kerja.

Aviliani memandang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebaiknya diarahkan lebih nyata pada kesejahteraan rakyat.

Pasalnya, saat ini masyarakat membutuhkan pekerjaan dan pendapatan yang membaik.

"Di dalam APBN itu mungkin harus fokus pada bagaimana penciptaan lapangan pekerjaan," ujar Aviliani.

Baca juga: Mencegah Kutukan Demografi: Merealisasi Janji 19 Juta Lapangan Kerja

Terkait hal ini, Aviliani menyinggung pentingnya pemerintah mendengarkan masukan dari para pelaku usaha. Dia mengaku, kalangan usaha belum pernah ditanya terkait kebutuhannya agar dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Ini berdasarkan pengalaman Aviliani yang juga aktif di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) serta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

"Kan saya di Kadin dan Apindo ya, enggak pernah ditanya apa sih yang sebenarnya Anda butuhkan agar Anda bisa menciptakan lapangan kerja lebih banyak," ungkapnya.

 

Ilustrasi melamar kerja.SHUTTERSTOCK/RAWPIXEL.COM Ilustrasi melamar kerja.

Di situlah APBN dapat digunakan untuk memberikan insentif-insentif bagi pelaku usaha agar dapat meningkatkan produksi dan membuka lebih banyak lapangan kerja.

Baca juga: Prabowo: Kopdes Merah Putih Tingkatkan Ekonomi Desa, Ciptakan Lapangan Kerja Baru

Selain itu, usaha kecil dan menengah (UKM) juga perlu menjadi fokus pemerintah. Sebab, sebanyak 99 persen penciptaan lapangan kerja ada di UKM, namun mereka tidak pernah benar-benar dirangkul.

Pemerintah dapat menjembatani UKM dan pelaku usaha besar, dengan memberikan insentif bagi pengusaha yang menggandeng UKM.

"Jadi misalnya perusahaan-perusahaan besar daripada dimintain Patriot (Patriot Bonds) dengan 2 persen, mendingan mereka bisa enggak Anda menggendong (mendukung) UKM, sehingga kalau mereka gendong UKM dikasih insentif," papar Aviliani.

Ia merangkum, pemerintah sebaiknya menggunakan instrumen insentif untuk menciptakan kesempatan kerja dan lapangan kerja.

Baca juga: Wamenaker: Target 19 Juta Lapangan Kerja di RI Bisa Tercapai, Asal Dunia Tidak “Guncang”

Dalam hal ini, pemerintah perlu memilah-milah pos anggaran, bukan hanya efisiensi anggaran. Sebab, kata Aviliani, efisiensi anggaran tidak memberikan dampak signifikan.

"Mulai memila-milah, bukan hanya sekedar efisiensi, karena efisiensi itu tidak membawa dampak apa-apa ternyata," tuturnya.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau