Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Nur Rianto
Dosen dan Peneliti

Al Arif merupakan dosen dan peneliti di UIN Syarif Hidayatullah dan CSEAS Indonesia

Dampak Guyuran Rp 200 Triliun Dana Pemerintah ke Bank terhadap Perekonomian

Kompas.com - 12/09/2025, 13:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM dunia perekonomian, uang sering kali dianalogikan sebagai darah atau oksigen yang mengalir ke seluruh tubuh. Ketika aliran itu macet, tubuh akan melemah.

Begitu pula dengan ekonomi, ketika likuiditas seret, aktivitas bisnis melambat, investasi tertunda, konsumsi menurun, bahkan bisa menimbulkan krisis.

Di tengah perlambatan ekonomi global, tekanan fiskal, serta kebutuhan pembiayaan dalam negeri, pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dengan menggelontorkan dana sekitar Rp 200 triliun ke perbankan.

Tujuannya sederhana, yaitu menjaga stabilitas sistem keuangan, meningkatkan likuiditas bank, sekaligus mendorong penyaluran kredit ke sektor riil.

Namun, kebijakan sebesar ini tentu tidak sekadar angka. Dampaknya bisa melebar, dari sektor perbankan, dunia usaha, konsumsi masyarakat, hingga pembangunan nasional.

Pertanyaannya, apakah guyuran dana sebesar Rp 200 triliun ini benar-benar efektif untuk menggerakkan roda ekonomi? Atau justru akan menimbulkan risiko baru, seperti moral hazard atau inflasi?

Baca juga: Mengalirkan Likuiditas, Menjaga Stabilitas: Jalan Baru Kebijakan Fiskal-Moneter Indonesia

Banyak orang awam bertanya, mengapa dana sebesar itu ditaruh di bank, bukan langsung dibagikan ke rakyat atau untuk pembangunan infrastruktur? Jawabannya terletak pada fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi.

Bank adalah perantara antara pemilik dana (deposan) dengan pihak yang membutuhkan dana (debitur). Dalam konteks ekonomi modern, hampir semua transaksi ekonomi melewati bank.

Jika bank mengalami kekurangan likuiditas, maka terdapat akibat yang dapat terjadi mulai dari kredit macet akan meningkat, usaha kecil dan menengah (UMKM) kesulitan modal, perusahaan besar menunda investasi, hingga masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap sistem keuangan.

Dengan kata lain, bank adalah urat nadi ekonomi. Menjaga kesehatan bank berarti menjaga kelangsungan ekonomi secara keseluruhan.

Dana Rp 200 triliun ini tidak diberikan begitu saja, melainkan dalam bentuk penempatan dana pemerintah di bank-bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) untuk memperkuat likuiditas.

Pemerintah berharap, setiap rupiah yang ditempatkan di bank bisa “berlipat ganda” melalui efek pengganda kredit (credit multiplier). Misalnya, dana Rp 200 triliun bisa mendorong kredit hingga Rp 600 triliun– Rp 800 triliun ke masyarakat dan dunia usaha.

Ada sejumlah dampak jangka pendek dari kebijakan yang ditempuh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Pertama, likuiditas bank menguat. Dengan tambahan dana Rp 200 triliun, bank memiliki cadangan likuiditas yang lebih longgar.

Hal ini membuat mereka lebih percaya diri untuk menyalurkan kredit, menurunkan bunga pinjaman, dan mempercepat proses restrukturisasi kredit macet.

Halaman:


Terkini Lainnya
Kebijakan Cukai Rokok 2026: Realisme Fiskal dan Upaya Tekan Rokok Ilegal
Kebijakan Cukai Rokok 2026: Realisme Fiskal dan Upaya Tekan Rokok Ilegal
Industri
Intip Harta Kekayaan Gubernur Riau Abdul Wahid yang Terjaring OTT KPK
Intip Harta Kekayaan Gubernur Riau Abdul Wahid yang Terjaring OTT KPK
Ekbis
Balikkan Rugi, Emiten Emas ARCI Cetak Laba Bersih 71 Juta Dollar AS
Balikkan Rugi, Emiten Emas ARCI Cetak Laba Bersih 71 Juta Dollar AS
Cuan
Danantara Mulai Tender Proyek Sampah Jadi Listrik (WTE) 6 November
Danantara Mulai Tender Proyek Sampah Jadi Listrik (WTE) 6 November
Energi
Laba Bersih DATA  Naik 24 Persen pada Kuartal III 2025, Ditopang Ekspansi Jaringan FTTH
Laba Bersih DATA Naik 24 Persen pada Kuartal III 2025, Ditopang Ekspansi Jaringan FTTH
Cuan
Gandeng S&P Dow Jones Indices, BEI Luncurkan Tiga Indeks Saham Co-Branded
Gandeng S&P Dow Jones Indices, BEI Luncurkan Tiga Indeks Saham Co-Branded
Cuan
Setahun Prabowo-Gibran, BTN (BBTN) Akselerasi Program Tiga Juta Rumah
Setahun Prabowo-Gibran, BTN (BBTN) Akselerasi Program Tiga Juta Rumah
Keuangan
Jaga Stabilitas dan Dorong Ekonomi, BI Longgarkan Kebijakan Moneter
Jaga Stabilitas dan Dorong Ekonomi, BI Longgarkan Kebijakan Moneter
Keuangan
Produksi Beras Naik, Mentan: Insya Allah Tahun Ini Tak Ada Impor
Produksi Beras Naik, Mentan: Insya Allah Tahun Ini Tak Ada Impor
Ekbis
4 Kriteria Penerima Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan
4 Kriteria Penerima Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan
Ekbis
Menhub Lantik Teuku Faisal Fathani Jadi Kepala BMKG, Dorong Sinergi Transportasi dan Informasi Cuaca Nasional
Menhub Lantik Teuku Faisal Fathani Jadi Kepala BMKG, Dorong Sinergi Transportasi dan Informasi Cuaca Nasional
Ekbis
Apa Itu ETF Emas dan Manfaatnya untuk Investor?
Apa Itu ETF Emas dan Manfaatnya untuk Investor?
Cuan
KKSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Terjaga
KKSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Terjaga
Ekbis
Lippo Karawaci Kantongi Pendapatan Rp 6,51 Triliun, Laba Bersih Tembus Rp 368 Miliar
Lippo Karawaci Kantongi Pendapatan Rp 6,51 Triliun, Laba Bersih Tembus Rp 368 Miliar
Cuan
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
Cuan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau