Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr Ahmad Doli Kurnia Tandjung
Anggota DPR RI

Aktivis yang Nyambi Jadi Politisi. Selalu belajar dari sekitar. Politisi Partai Golkar, Anggota DPR RI, Koordinator Presidium MN KAHMI

Penurunan TKD: Daerah Bisa Apa?

Kompas.com - 01/10/2025, 07:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA hari lalu, publik dikejutkan dengan adanya laporan “orang hilang” terkait absennya Bupati Buton, Alvin Akawijaya Putra, di kantornya dalam kurun waktu hampir satu bulan.

Namun, aksi warga tersebut bisa juga dimaknai sebagai satire, karena masyarakat merindukan kehadiran pemimpinnya day to day.

Setelah diselidiki, Alvin ternyata berada di Jakarta, salah satunya untuk melobi pemerintah pusat guna mengawal Transfer ke Daerah (TKD), yaitu dana dari pusat untuk pembangunan kabupaten/kota dan provinsi.

Sebelumnya, krisis anggaran pembangunan ini juga sudah “meledak” di Kabupaten Pati, awal Agustus lalu, setelah kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen.

Protes tersebut bahkan menjadi yang terbesar untuk skala kabupaten/Kota dalam beberapa tahun terakhir, di mana dampaknya masih berlangsung hingga kini.

Baca juga: Rupiah Melemah, Emas Menguat: Siapa Untung Siapa Rugi?

Bahkan, Bupati Sudewo pada September 2025, masih menghadapi penyelidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus dugaan suap pembangunan jalur kereta di Direktur Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Benang merah dari dua potret peristiwa di atas adalah bahwa Pemda/Pemkot/Pemprov saat ini mengalami defisit pendapatan.

Bupati Sudewo menaikkan PBB karena kempesnya kas daerah. Begitu pun dengan kasus Buton, di mana bupati dan pejabat terasnya sering ke Jakarta untuk “melobi” pencairan TKD.

Siapa yang salah dalam situasi ini? Tergantung dari mana kita melihat.

Bisa jadi para kepala daerah berada pada posisi sulit, karena harus mengamankan kas tahun berjalan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan rutin seperti gaji ASN.

Pasalnya, bila cadangan gaji terganggu, berpotensi menimbulkan gejolak lanjutan, yang akan berpengaruh pada stabilitas politik di masing-masing wilayah.

Penurunan TKD pada 2026 diperkirakan mencapai 24,7 persen dari tahun sebelumnya. Harian Kompas menulis, para kepala daerah khawatir koreksi TKD mengakibatkan rencana pembangunan daerah terganggu.

Mereka juga waswas gaji pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang baru saja diangkat tidak akan terbayar.

Meskipun saat penetapan APBN 2026, September 2025, ada angin segar dengan tambahan Rp 43 Triliun dari rencana awal Rp 650 Triliun, tapi angka itu masih lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya.

Bila ditarik lima tahun ke belakang, TKD 2026 merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir.

Indikatornya, pada 2021, realisasi transfer daerah dan dana desa mencapai Rp 785,7 Triliun. Alokasi anggaran serupa terus naik hingga tahun 2024.

Dari Rp 816,2 Triliun pada 2022, Rp 881,4 Triliun pada 2023, hingga Rp 863,5 Triliun pada 2024.

Baca juga: Tambahan Dana Transfer ke Daerah dan Gejolak Pati

Dalam jangka menengah, ketergantungan pembangunan dari kucuran Pusat, akan berdampak pada:

Halaman:


Terkini Lainnya
Intip Harta Kekayaan Gubernur Riau Abdul Wahid yang Terjaring OTT KPK
Intip Harta Kekayaan Gubernur Riau Abdul Wahid yang Terjaring OTT KPK
Ekbis
Balikkan Rugi, Emiten Emas ARCI Cetak Laba Bersih 71 Juta Dollar AS
Balikkan Rugi, Emiten Emas ARCI Cetak Laba Bersih 71 Juta Dollar AS
Cuan
Danantara Mulai Tender Proyek Sampah Jadi Listrik (WTE) 6 November
Danantara Mulai Tender Proyek Sampah Jadi Listrik (WTE) 6 November
Energi
Laba Bersih DATA  Naik 24 Persen pada Kuartal III 2025, Ditopang Ekspansi Jaringan FTTH
Laba Bersih DATA Naik 24 Persen pada Kuartal III 2025, Ditopang Ekspansi Jaringan FTTH
Cuan
Gandeng S&P Dow Jones Indices, BEI Luncurkan Tiga Indeks Saham Co-Branded
Gandeng S&P Dow Jones Indices, BEI Luncurkan Tiga Indeks Saham Co-Branded
Cuan
Setahun Prabowo-Gibran, BTN (BBTN) Akselerasi Program Tiga Juta Rumah
Setahun Prabowo-Gibran, BTN (BBTN) Akselerasi Program Tiga Juta Rumah
Keuangan
Jaga Stabilitas dan Dorong Ekonomi, BI Longgarkan Kebijakan Moneter
Jaga Stabilitas dan Dorong Ekonomi, BI Longgarkan Kebijakan Moneter
Keuangan
Produksi Beras Naik, Mentan: Insya Allah Tahun Ini Tak Ada Impor
Produksi Beras Naik, Mentan: Insya Allah Tahun Ini Tak Ada Impor
Ekbis
4 Kriteria Penerima Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan
4 Kriteria Penerima Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan
Ekbis
Menhub Lantik Teuku Faisal Fathani Jadi Kepala BMKG, Dorong Sinergi Transportasi dan Informasi Cuaca Nasional
Menhub Lantik Teuku Faisal Fathani Jadi Kepala BMKG, Dorong Sinergi Transportasi dan Informasi Cuaca Nasional
Ekbis
Apa Itu ETF Emas dan Manfaatnya untuk Investor?
Apa Itu ETF Emas dan Manfaatnya untuk Investor?
Cuan
KKSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Terjaga
KKSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Terjaga
Ekbis
Lippo Karawaci Kantongi Pendapatan Rp 6,51 Triliun, Laba Bersih Tembus Rp 368 Miliar
Lippo Karawaci Kantongi Pendapatan Rp 6,51 Triliun, Laba Bersih Tembus Rp 368 Miliar
Cuan
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
Cuan
Perkuat Keamanan Logistik Nasional, IPC TPK Operasikan Alat Pemindai Peti Kemas di Tanjung Priok
Perkuat Keamanan Logistik Nasional, IPC TPK Operasikan Alat Pemindai Peti Kemas di Tanjung Priok
Industri
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau