JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menepis anggapan etanol tidak layak dicampur dengan bahan bakar minyak.
Menurutnya, banyak negara sudah lebih dulu memakai campuran etanol dengan bensin. Antara lain Brasil, Amerika Serikat, India, Thailand, dan Argentina.
"Sangatlah tidak benar kalau dibilang etanol itu enggak bagus. Buktinya di negara-negara lain sudah pakai barang ini," ujar Bahlil dalam acara Investor Daily Summit 2025 di Jakarta Convention Center, Kamis (9/10/2025).
Baca juga: 1 Tahun Pemerintahan Prabowo, Bahlil Ungkap 2 Capaian Swasembada Energi
Ia menjelaskan, pemerintah sedang mendorong pemanfaatan sumber daya dalam negeri untuk mencapai kemandirian energi.
Salah satunya lewat pengembangan etanol sebagai campuran bensin.
Langkah ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan impor BBM.
Etanol bisa diproduksi dari hasil pertanian seperti tebu, singkong, dan jagung.
Saat ini Indonesia baru mengembangkan E5, atau campuran etanol 5 persen, yang tersedia lewat produk Pertamax Green 95.
Bahlil menyampaikan, pencampuran etanol akan ditingkatkan menjadi 10 persen atau E10. Meski begitu, tingkat ini masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain.
Ia menyebut Amerika Serikat sudah menerapkan mandatori E10, dan di beberapa negara bagian sudah mencapai E85. India sudah menerapkan E20, Thailand E20, Argentina E12, sementara Brasil mencapai mandatori E27.
"Tetapi di beberapa negara bagian, di beberapa provinsi mereka yang produksi etanolnya bagus, itu sampai sudah ada E100. Itu di Brazil," kata Bahlil.
Baca juga: Bantah Hoaks, Pertamina Tegaskan Pertalite Tidak Dicampur Etanol
Menurutnya, pengembangan etanol meniru pola keberhasilan program biodiesel. Program ini mewajibkan pencampuran solar dengan minyak kelapa sawit yang berjalan bertahap sejak 2015, dari B15 hingga B40 pada 2025. Pemerintah menargetkan penerapan B50 pada 2026.
"Berangkat dari keberhasilan biodiesel, yakni harga sawit di petani naik, penciptaan lapangan pekerjaan, devisa kita keluarkan secara baik, maka itu kita mulai berpikir untuk bensin, kita campur lagi dengan hasil pertanian kita, hasil perkebunan kita," ucapnya.
Ia menambahkan, peningkatan campuran etanol diharapkan bisa menekan impor BBM dan menghemat devisa negara. Program ini juga mendorong penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan karena mengurangi konsumsi bahan bakar fosil.
"Tujuannya kita mengurangi impor, dan etanol ini didapatkan dari singkong atau tebu. Dan ini mampu menciptakan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi daerah, dan sekaligus pemerataan," pungkas Bahlil.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang