GUYONAN satir ini adalah “perlawanan” dari kekuatan diam yang selama ini prihatin, kesal, kecewa dan marah dengan kebijakan pemerintahan yang baru seumur jagung, yang begitu “mata duitan”.
Kesan pemerintah begitu membutuhkan dana untuk membiayai janji-janji kampanye menjadi tidak terelakkan.
Satir ini sejatinya “menelanjangi” wajah sistem sosial-politik yang sedang dibangun negara yang mengaku ber-Pancasila.
Negara seperti bisa semaunya menggerakkan aparat dan hukum untuk mengurus rekening, tanah, cara pembayaran warganya dalam berbelanja hingga pajak untuk kado yang didapat dari hajatan.
Sebaliknya ketika rakyat hidup dalam keputusasaan karena ketiadaan lapangan pekerjaan dan dibebani aturan pajak yang mencekik, negara seolah-olah diam, atau malah menyalahkan rakyat.
Padahal, bukankah fungsi utama negara adalah melayani rakyatnya dan bukan sebatas memikirkan aset yang dimiliki rakyatnya?
Jika hanya “materi” yang selalu jadi fokus perhatian penuh pemerintah, maka rakyat pun patut bertanya: Apakah kebijakan pemerintah memang dibuat untuk kepentingan rakyatnya atau untuk mesin sistem ekonomi yang menopang kekuasaan rezim semata?
Bayangkan saja, langkah pemblokiran yang tiba-tiba diberlakukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap 122 juta rekening dormant di 105 bank adalah bentuk kezaliman yang luar biasa dari negara terhadap rakyatnya.
Tidak pandang bulu, apakah itu rekening milik ustadz sekaligus pengajar di Universitas Hasanuddin Das’ad Latif guna pembangunan rumah ibadah, entah milik Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis, atau punya pengangguran serta ibu muda yang mempersiapkan dana untuk kelahiran putranya, juga ikut terblokir PPATK.
Sementara pernyataan “tanah nganggur dua tahun disita negara” terpantik pada penyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid yang menyebut pemerintah bisa mengambil alih lahan bersertifikat yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut. Tanah tersebut bakal dikategorikan sebagai tanah terlantar.
Walaupun pernyataan Nusron dikemukakan pada acara pengukuhan dan Rapat Kerja Nasional PB IKA-PMII Periode 2025-2030 di Jakarta, 13 Juli 2025, tidak urung komentar bekas wartawan Harian Bisnis Indonesia tersebut langsung heboh dan memantik kekesalan.
Nusron ketika itu menyampaikan dengan serius dan tidak bercanda. Hanya saja, Menteri Nusron mungkin kurang memahami dengan utuh bahwa status kepemilikan atas tanah terdiri dari bermacam-macam. Tanah yang berstatus hak milik memiliki kekuatan hukum yang terkuat dan terpenuh.
Hak milik memiliki kedudukan yang kuat dalam hukum, terutama dalam kaitannya dengan kepemilikan atas tanah.
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
Walaupun begitu, hak milik juga tunduk pada pembatasan-pembatasan yang diatur oleh undang-undang dan peraturan yang berlaku, termasuk fungsi sosialnya.
Oleh karena itu, tetap saja pernyataan Menteri Nusron terlanjur “blunder” dan menjadi “bulan-bulanan” publik.
Tanah hak milik yang selama ini dilihat Nusron menganggur, belum tentu karena diterlantarkan pemiliknya.
Bisa jadi karena pemilik tanah tidak memiliki dana untuk memaksimalkan pemanfaatan tanah tersebut. Boleh jadi, tanah yang dianggap “nganggur” karena hendak dijual.
Kekecewaan publik terhadap para pembantu Presiden Prabowo Subianto terus bermunculan. Blunder demi blunder pernyataan silih berganti, menambah public distrust terhadap Presiden Prabowo.
Keseriusan Presiden Prabowo dalam memperjuangkan keadilan dan kemakmuran untuk rakyat menjadi tercoreng. Wajar jika publik mempertanyakan kapasitas dan kapabilitas yang dipunyai menteri dan pejabat publik.
Menteri Nusron mungkin saja tidak memahami koneksitas hukum antara pernyataan “tanah nganggur dua tahun disita negara” dengan beberapa status kepemilikan tanah.
Status hak milik, misalnya, dianggap sebagai hak atas tanah yang paling kuat dan menyeluruh dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya, seperti hak guna usaha atau hak guna bangunan.
Hak milik dapat diwariskan kepada ahli waris, menjadikannya hak yang bersifat turun temurun.
Bercanda disaat publik kadung marah
Selang tiga hari usai pernyataannya mengundang gaduh, Menteri Nusron mulai meluruskan ucapannya.
Menurut dia, tanah dengan status Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang tidak dimanfaatkan secara ekonomi maupun pembangunan selama lebih dari dua tahun berpotensi ditetapkan sebagai tanah terlantar.
Bahkan, Nusron menyebut proses penetapan tanah terlantar tidak terjadi seketika, terdapat sejumlah proses bertahap yang akan dilakukan pemerintah. Ada tahapan administrasi dan surat peringatan berjenjang, dengan total durasi proses sekitar 587 hari.
Dan poin penting pernyataannya, ketentuan di atas tidak berlaku untuk tanah berstatus sertifikat hak milik atau SHM, termasuk tanah warisan.
Tanah SHM tidak memiliki batas waktu pemanfaatan dan tetap dapat diwariskan antargenerasi (Liputan6.com, 16/07/2025).
Belum reda dengan kontroversi pernyatan “tanah nganggur dua tahun disita negara”, Nusron kembali berulah.
Dalam acara Ikatan Surveyor Indonesia di Jakarta, 6 Agustus 2025, ia menyebut tanah tidak ada yang memiliki. Pemilik tanah adalah negara. Orang hanya menguasai, sementara negara memberikan hak kepemilikan.
“Saya mau tanya, emang mbah-mbah atau leluhur bisa membuat tanah?” ujar alumni S-1 Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan Magister Ekonomi IPB tersebut.
Judul tulisan kolom ini saya ambil dan plesetkan dari ungkapan yang sedang ramai dibincangkan akhir-akhir ini.
"Laki-laki tidak bercerita tapi tiba-tiba…" merujuk pada fenomena umum di mana laki-laki cenderung menahan diri untuk berbagi cerita atau masalah mereka kepada orang lain.
Hanya saja, seorang pria bisa bertindak atau menunjukkan reaksi tertentu secara tiba-tiba. Tentu saja hal ini terkait dengan norma sosial yang menuntut laki-laki untuk selalu terlihat kuat dan mandiri, serta enggan menunjukkan kelemahan.
Seperti ingin meredakan kontroversi yang terlanjur membuat kegaduhan publik dan meluruskan apa yang pernah diucapkan, Nusron Wahid menyampaikan permohonan maaf kepada publik melalui konferensi pers di kantor Kementerian ATR, Jakarta, 12 Agustus 2025.
Menurut dia, kebijakan pertanahan khususnya terkait tanah yang terlantar harus sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dengan berdalih kebijakan kementeriannya tidak menyasar tanah rakyat, sawah rakyat, pekarangan rakyat atau tanah waris apalagi yang sudah memiliki status SHM maupun hak pakai.
Nusron berdalih kalimat yang disampaikan sebelumnya hanyalah “guyonan” atau bercanda.
Terlepas Nusron mengakui pernyataannya yang mengundang kegaduhan hanyalah bercanda, setidaknya Nusron menyadari candaan tersebut tidak tepat dan tidak layak disampaikan ke publik.
Harus diingat pernyataan yang disampaikan seorang pejabat publik kerap menimbulkan persepsi yang keliru dan liar di masyarakat jika disampaikan secara sembrono dan serampangan.
Nusron yang pernah lima kali terpilih menjadi anggota DPR-RI, aktif dalam pergerakan mahasiswa dan di berbagai organisasi tentu mulai “tersadar” betapa kekuatan kaum muda bisa menjadi alarm yang menyentak kekuasaan.
Istilah “politik digital” sudah mulai mendapat atensi lebih di masyarakat, khususnya generasi muda yang biasa disebut “Gen-Z”.
Kampanye politik dan berbagai kegiatan aktivisme digital lainnya dapat dilakukan hanya dari genggaman tangan.
Aktivisme digital memungkinkan masyarakat untuk berpolitik kapanpun, di manapun, dan tidak terbatas ruang dan waktu.
Chadwick dan Howard dalam bukunya Routledge Handbook of Internet Politics menyatakan bahwa internet (media sosial) telah berevolusi menjadi media yang mendasari sistem komunikasi politik masyarakat (Chadwick & Howard, 2009).
Jejak-jejak politik digital Gen-Z akibat ulah “blunder” pernyataan Menteri Nusron masih terus membekas: motor yang jarang dipakai touring selama dua tahun akan disita negara; sepeda yang nggangur selama dua tahun akan disita negara; pacar yang tidak diapelin selama dua tahun juga akan disita negara; bahkan istri yang ditinggal suami merantau selama dua tahun juga disita negara.
Hanya sayangnya, belum ada yang melontarkan: “Menteri yang kerap blunder selama dua tahun berurut-turut akan diganti Presiden”. Maaf, kali ini saya bercanda.
https://nasional.kompas.com/read/2025/08/13/06133761/menteri-tidak-bercerita-tiba-tiba-bercanda