JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Satya Arinanto menyinggung donatur asing dalam isu partisipasi publik di setiap proses revisi atau pembentukan undang-undang.
Hal ini disampaikan Satya saat menjadi ahli untuk DPR-RI dalam sidang uji formal Undang-Undang TNI Nomor 3 Tahun 2025 yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025).
Dalam sidang perkara nomor 45, 56, 69, 75, 81/PUU-XXIII/2025, Satya menyebut pernah mengalami sendiri bagaimana partisipasi publik yang dimaksud oleh NGO dan LSM adalah titipan dari donatur asing.
Baca juga: Ketika Prabowo Sambangi Rumah Jokowi dan Pamer Hasil Keliling Dunia...
"Saya temukan itu adalah adanya peran lembaga donor dalam pembentukan memberikan masukan, ini saya pernah alami, karena saya dalam perjalanan karier saya beberapa kali diminta lembaga donor dari Belanda untuk mereview dana yang diberikan kepada berbagai macam, apakah NGO atau LSM, apakah sesuai peruntukannya," kata Satya.
"Dari situ saya tahu bahwa ada program-program yang dari donor, memang mereka (LSM) menyuarakan, tapi itu ada titipan donor," sambung dia.
Dalam sidang itu kemudian dia bertanya, apakah benar teriakan terkait partisipasi publik dalam uji formal UU TNI adalah kepentingan masyarakat.
"Sekarang masalahnya mana yang sebenarnya merah putih, untuk kepentingan merah putih. Yang lebih tahu dari saya, tapi saya mau menyampaikan ini, saya temukan, karena saya pernah jadi reviewer dari lembaga besar ini, saya tidak perlu sebutkan, baik donornya maupun LSM-nya," ucap dia.
Menurut Satya, sering terjadi jika isu titipan dari donatur itu tidak sampai dan tidak masuk dalam pembahasan undang-undang, LSM akan berteriak tidak ada partisipasi publik di dalamnya.
Baca juga: Profil Kepala BAPPISUS Aris Marsudiyanto, yang Makan Bareng Prabowo, Jokowi, Gibran
"Mohon izin ya teman-teman, saya ngomong jujur ya, belum tentu Anda atau yang di Zoom. Jadi, satu saja yang tidak masuk langsung 'wah, kami pendapatnya tidak masuk, tidak ada partisipasi publik di situ!' langsung diajukan ke MK," ujar dia.
Sebagai informasi, uji formal UU TNI yang digelar di MK ini menyinggung proses pembentukan beleid yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuannya.
Para pemohon pada pokoknya mempersoalkan pelanggaran sejumlah asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Asas dimaksud di antaranya adalah asas kejelasan tujuan; asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; asas dapat dilaksanakan; asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; asas kejelasan rumusan; serta asas keterbukaan.
Baca juga: Saat Prabowo, Makan dengan Jokowi dan Gibran Didampingi Kepala BAPPISUS...
Padahal, asas keterbukaan berdasarkan Penjelasan Pasal 5 huruf g UU P3 menegaskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, bersifat transparan dan terbuka.
Sebab itu, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini