Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Okupansi Bus Anjlok 22%: Tantangan Transportasi di 2025

Kompas.com - 05/06/2025, 12:02 WIB
Janlika Putri Indah Sari,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski di semester awal 2025 banyak hari libur nasional, jumlah penumpang yang menggunakan transportasi bus mengalami penurunan.

Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan, mengatakan bahwa pasca-musim mudik Lebaran 2025, okupansi penumpang bus anjlok drastis dibandingkan periode yang sama di 2024.

"Perbandingan 2024 dan 2025 di semester yang sama turun hingga 22 persen. Indikasi ini kami lihat sangat anomali, di mana ada beberapa liburan panjang yang tidak terjadi lonjakan berarti baik penumpang AKAP, AKDP, maupun Pariwisata," katanya, dikutip dari keterangan resmi, Rabu (4/6/2025).

Pria yang akrab disapa Sani itu menyayangkan bahwa pada saat musim mudik Lebaran 2025, pemerintah tidak adil dalam memberikan stimulus.

Baca juga: Nonton Timnas Indonesia vs China, Ini Rute Transjakarta ke GBK

Sebab, stimulus hanya diberikan untuk kereta api (diskon 30 persen), angkutan udara (diskon 6 persen), dan angkutan laut (50 persen).

Selain itu, ada juga diskon tarif tol sebesar 20 persen untuk kendaraan pribadi.

Sementara itu, penumpang bus tidak diberikan stimulus, sehingga minat masyarakat berkurang lantaran melihat harga tiket bus yang mengalami kenaikan saat musim mudik Lebaran 2025.

Ilustrasi penumpang bus DAMRIDok. DAMRI Ilustrasi penumpang bus DAMRI

Baca juga: Nonton Timnas Indonesia vs China, Ini Rute Transjakarta ke GBK

Menurutnya, stimulus ini sangat memperlihatkan tidak ada keberpihakan pemerintah terhadap pengguna transportasi umum berbasis jalan raya dan tidak mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi massal (umum).

Padahal, banyak beban yang harus ditanggung oleh pelaku bisnis transportasi bus.

"Kami, pelayan masyarakat umum, masih terbelenggu oleh kebijakan penjatahan BBM Solar subsidi dengan batasan maksimal 200 liter per hari per kendaraan menggunakan barcode. Kebijakan yang dilaksanakan oleh SPBU di bawah kendali Pertamina ini sendiri banyak dinamika yang tidak seharusnya terjadi, di mana menghambat operasional angkutan darat," katanya.

Selain permasalahan BBM, PO juga dibebani dengan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk angkutan umum yang naik 100 persen dari sebelumnya hanya 30 persen.

Kemudian, PO juga masih harus bersaing dengan angkutan ilegal atau tidak berizin.

"Untuk tarif tol sendiri, melalui DPP Organda sudah diminta adanya tarif khusus angkutan umum, namun sama sekali tidak ada respons dari pemangku kebijakan yang terkait," katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau