SUKOHARJO, KOMPAS.com - PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) melalui kuasa hukumnya, Patra M Zen dan Jonggi Siallagan, menekankan pentingnya menyelamatkan perusahaan tekstil yang kini berstatus pailit untuk keberlanjutan ribuan buruh dan karyawan.
Pernyataan ini menanggapi langkah tim kurator yang dianggap kurang optimal dalam menjalankan tugasnya.
Patra menyayangkan pernyataan tim kurator yang menyebut para debitur tidak kooperatif dan adanya intervensi yang menghambat proses pemberesan.
Baca juga: Pailitnya Sritex dan Alasan Buruh di Bitratex Minta Di-PHK...
Menurutnya, sejak awal, debitur sudah membuka ruang kerja bagi tim kurator di Sritex dan bahkan mengundang mereka untuk melakukan kunjungan lapangan.
"Faktanya, tim kurator sejak putusan pailit pada 21 Oktober 2024 baru berkunjung ke satu pabrik Sritex di Sukoharjo pada 5 November 2024. Lebih dari dua bulan setelah itu, tim kurator tidak pernah datang dan bekerja langsung di Sukoharjo," jelas Patra dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (17/1/2025).
Ia menambahkan bahwa pihak debitur telah mengirimkan surat tertulis pada 1 November 2024 untuk meminta tim kurator mengunjungi empat lokasi utama, yaitu PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Namun, hingga kini, kunjungan belum terealisasi sepenuhnya.
Baca juga: Tim Kurator Tolak Going Concern di PT Sritex: Kami Dipaksa Melanggar UU
Menurut Patra, langkah terbaik untuk semua pihak, termasuk ribuan buruh dan karyawan Sritex, adalah memastikan perusahaan ini dapat kembali beroperasi.
"Jalan yang terbaik, Sritex harus diselamatkan," tegasnya.
Namun demikian, upaya penyelamatan Sritex menemui tantangan.
Baca juga: PT Sritex Tinggalkan Tagihan Utang Rp 32 Triliun, Kurator Bakal Tempuh PHK
Sementara itu, salah satu anggota tim kurator, Denny Ardiansyah, menyatakan bahwa tim kurator tidak akan menerapkan skema going concern (melanjutkan operasional perusahaan).
"Justru kami tim kurator dalam posisi terdesak. Kami ketika saat ini dipaksa untuk tidak melakukan PHK ini, kami dipaksa untuk melanggar Undang-Undang," kata dia dalam konferensi pers di Semarang, Senin (13/1/2025).
Denny menyebutkan, total utang Sritex yang mencapai Rp 32,6 triliun menjadi hambatan besar untuk menjalankan operasional perusahaan.
"Karena nyatanya di dalam laporan keuangan di bulan Juni pun di situ proses produksi dan penjualan dari para debitur ini mengalami kerugian yang sangat besar sekali," beber dia.
Baca juga: Pemerintah Minta Tim Kurator Cegah PHK Buruh PT Sritex, tapi Tak Beri Solusi soal Kepailitan
Anggota tim kurator lainnya, Nurma C.Y. Sadikin, menambahkan bahwa kurangnya keterbukaan dari pihak debitur terkait data keuangan juga menjadi kendala utama dalam mengambil langkah strategis.
Rapat verifikasi lanjutan akan digelar pada Selasa (21/1/2025) mendatang untuk menentukan langkah selanjutnya.
Di tengah ketidakpastian ini, Patra M Zen berharap semua pihak dapat bekerja sama untuk menyelamatkan Sritex.
Keberhasilan menyelamatkan Sritex tidak hanya akan menjaga stabilitas ekonomi daerah, tetapi juga menjadi harapan bagi puluhan ribu keluarga yang menggantungkan hidup pada perusahaan ini.
Baca juga: Tim Kurator PT Sritex Buka Suara, Tidak Diundang Menteri dan Tidak Pernah Ditemui Direktur Utama
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini