SEMARANG, KOMPAS.com – Ketua PGRI Jawa Tengah sekaligus anggota DPD RI asal Jawa Tengah, Muhdi, angkat suara terkait nasib 1.411 guru prioritas satu (P1) dari sekolah swasta atau R1D di Jawa Tengah yang belum mendapat penempatan, meski telah lulus seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sejak 2021.
Menurut Muhdi, seharusnya pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota bisa segera mengajukan formasi agar para guru tersebut mendapatkan kepastian penempatan di satuan pendidikan.
Baca juga: Selain Program Kesehatan, Purworejo Gulirkan Umrah Gratis untuk Guru Ngaji
"Yang pasti, P1 yang belum diangkat atau belum dapat formasi, kalau pemerintah daerah mau mengajukan, bisa. Bahkan tidak perlu paruh waktu, tapi penuh waktu. Karena dia sudah lolos, tinggal nunggu formasi. Nah, inilah sekarang bola ada di kabupaten, kota, dan provinsi," tegas Muhdi saat dikonfirmasi, Selasa (22/7/2025).
Ia menyoroti pentingnya keberpihakan pemerintah daerah terhadap persoalan guru, terutama mereka yang telah lama menanti penempatan.
Tak sedikit guru swasta yang justru dikeluarkan dari sekolah tempat mengajar setelah dinyatakan lulus P1, karena dianggap akan segera dipindahkan oleh pemerintah.
Akibatnya, banyak guru yang harus beralih profesi menjadi juru parkir hingga pedagang cilok demi bertahan hidup di tengah ketidakpastian.
Muhdi mengungkapkan bahwa dirinya juga telah berkomunikasi dengan pemerintah pusat agar mendorong daerah mengajukan formasi untuk para guru P1 swasta tersebut.
"Tolonglah mereka yang masih ada umur (belum mendekati pensiun), segeralah diangkat, kasihan. Tapi ini harus daerah yang didorong lebih kuat. Dan pemerintah pusat sudah kita gedor, sudah, 'Pak Pokoknya diajukan, kita kasih NIP'," tiru Muhdi.
Muhdi juga mengkritik inkonsistensi kebijakan dalam proses rekrutmen PPPK yang menyebabkan berbagai masalah struktural di lapangan.
"Jadi ya ini jujur saja, kami juga mempermasalahkan tentang kebijakan yang tidak konsisten. Jadi awal mulanya sebenarnya niatnya baik, tetapi faktanya tidak demikian," ungkapnya.
Ia menjelaskan, awalnya pemerintah berencana merekrut 1 juta guru PPPK, namun formasi yang benar-benar dibuka oleh pemerintah daerah saat itu tidak mencapai 500.000. Padahal, jumlah peserta yang lulus seleksi melebihi jumlah formasi yang tersedia.
"Awalnya PPPK kan untuk (merekrut) honorer (yang sudah lama mengajar). Karena dirasa kurang hnaya 600.000 (formasi). Mau 1.000.000 kan kurang 400.000, maka dibukalah umum (non honorer)," beber dia.
Baca juga: Guru Madin Didenda Usai Tampar Siswa, PGRI Jateng: Ini Aneh
Akan tetapi begitu formasi dibuka oleh pemerintah pusat, daerah tidak membuka formasi sejumlah itu. Hal ini membuat ribuan guru P1 tidak memperoleh penempatan selama bertahun-tahun.
"Ini juga merugikan teman-teman honorer yang waktu itu belum lulus (P1). Gara-gara ada P1 swasta, (kuota) untuk honorer ini jadi formasinya dibagi (untuk P1). Ini yang memperlambat semua," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengimbau pemerintah daerah untuk segera mengambil sikap dan merespon permasalahan guru di Jawa Tengah tanpa menunggu intruksi dari pemerintah pusat.
"Saya minta kebaikan hati pemerintah kabupaten/kota dan provinsi ya," ucap Muhdi.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini