“Semoga dengan adanya kegiatan ini, generasi penerus tetap bisa mengenang jasa pahlawan sekaligus menghargai budaya dengan cara yang kreatif, imajinatif, dan menyenangkan."
"Menciptakan motif batik yang belum pernah ada sebelumnya, sesuai dengan kepribadian masing-masing,” sambung dia.
Baca juga: Kisah Kampung Batik Semarang, Saksi Hidup 5 Hari Perlawanan Warga Lawan Jepang
Sementara itu, kegiatan ini diinisiasi bersama Dian Wulandari, selaku Kepala Perpustakaan PCU, yang mengubah perpustakaan menjadi ruang hidup bagi kolaborasi budaya dan teknologi.
“Pamerannya selama satu bulan penuh ini di perpustakaan karena kami berperan sebagai community hub, jadi tempat berkumpulnya berbagai komunitas baik kampus maupun masyarakat,” ujar perempuan yang biasa disapa Dian itu.
Ia menilai, perpustakaan bukan lagi sekadar tempat menyimpan buku, tetapi juga ruang belajar yang hidup dan terbuka bagi siapa pun.
“Kalau pameran dilakukan di salah satu fakultas, nanti yang lihat hanya sekitar situ saja. Tapi kalau di perpustakaan, semua yang datang dari berbagai prodi dan masyarakat bisa ikut melihat," kata Dian.
"Kami terbuka untuk masyarakat umum juga, karena info ini kita bagikan ke komunitas lainnya. Biar perpustakaan ini menjadi tempat belajar bersama, saling berbagi pengetahuan. Jadi berperan sebagai live learning,” sebut dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang