Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

30 Februari Tidak Ada di Kalender, Kecuali di Swedia

Kompas.com - 14/02/2025, 17:58 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Candaan atau narasi satire 30 Februari kerap bermunculan jelang akhir bulan kedua di kalender.

Dalam kalender Gregorian atau biasa dikenal dengan kalender Masehi, tidak ada tanggal 30 Februari.

Februari hanya memiliki 28 hari, atau 29 hari ketika tahun kabisat. Namun, hal itu tidak berlaku di Swedia pada 1712.

Swedia menjadi satu-satunya negara yang pernah menerapkan tanggal 30 Februari. Bagaimana bisa?

Revolusi kalender

Awalnya, Swedia memakai sistem penanggalan dari kalender Julian, yang diperkenalkan Julius Caesar pada tahun 46 Sebelum Masehi (SM).

Dikutip dari Britannica, kalender Julian memiliki 12 bulan dan 365 hari, yang dihitung berdasarkan posisi matahari.

Namun, kalender Julian dinilai kurang akurat. Penerapan penanggalan Julian membuat satu tahun menjadi 11 menit 14 detik lebih lambat dari seharusnya.

Paus Gregory XIII memperkenalkan kalender Gregorian pada 1582 untuk memperbaiki selisih waktu, dengan menyelaraskan perayaan paskah dengan titik balik musim semi.

Di masa itu, ada 11 hari perbedaan antara kalender Julian dan Gregorian.

Seiring berjalannya waktu, perbedaan kalender Julian dan Gregorian mencapai 13 hari. Perbedaannya akan mencapai 14 hari pada tahun 2100.

Selain lebih akurat, Kalender Gregorian dinilai lebih sederhana dan cocok dengan sistem ekonomi global.

Kalender Gregorian akhirnya mulai dipakai secara bertahap di beberapa negara, termasuk Swedia.

30 Februari di Swedia

Paskah selalu diperingati setiap hari Minggu, tetapi selisih pada kalender Julian bisa membuat perhitungannya mundur.

Maka, untuk memulihkan hari Paskah tepat di hari Minggu, orang-orang Swedia akhirnya memakai kalender Gregorian.

Dilansir Britannica, Swedia berencana menyesuaikan selisih perbedaan tanggal secara bertahap dalam 40 tahun.

Namun, perang besar di Utara antara Kekaisaran Swedia dan Tsardom Rusia membuat situasi tidak stabil.

Rencana mengatasi selisih tanggal dalam jangka panjang pun gagal.

Akhirnya, pemerintah Swedia memutuskan untuk pakai jalan pintas, yakni dengan menambah selisih hari dalam kalender Julian.

Itu adalah solusi singkat untuk mengejar ketertinggalan dan selisih tanggal.

Hasilnya, pada bulan Februari 1712, mereka menambahkan dua hari sehingga muncullah tanggal 30 Februari untuk pertama kalinya dalam sejarah.

11 hari yang hilang

Butuh ratusan tahun sampai kalender Gregorian diadopsi di setiap kerajaan, negara, bahkan secara universal.

Tahun lompatan dalam Kalender Julian terjadi pada tahun 1700. Namun tahun lompatan tidak ada dalam kalender Gregorian.

Sederhananya, 1 Maret 1700 kalender Julian, berkorespondensi dengan 12 Maret 1700 kalender Gregorian.

Ada total 11 hari perbedaan.

Ketika Swedia berencana beralih dari kalender Julian ke Gregorian usai menambah hari pada 1712, mereka perlu memangkas belasan tanggal pada kalender di tahun berikutnya.

Pemerintah Swedia harus mengeluarkan 11 hari terakhir pada Februari 1753 untuk mengatasi selisih pada kalender.

Sehingga, pada Februari 1753 di Swedia, hanya sampai tanggal 17 dan loncat ke 1 Maret di tahun yang sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya
[KLARIFIKASI] Ikon Tiga Garis Bukan Tanda Ada Hacker di Grup WhatsApp
[KLARIFIKASI] Ikon Tiga Garis Bukan Tanda Ada Hacker di Grup WhatsApp
Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Indro Warkop Meninggal Dunia pada 5 Juni 2025
[HOAKS] Indro Warkop Meninggal Dunia pada 5 Juni 2025
Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Korban Pembegalan di Subang pada 3 Juni 2025
[HOAKS] Foto Korban Pembegalan di Subang pada 3 Juni 2025
Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Tidak Benar Bendera Indonesia Berkibar di Laga Sepak Bola Internasional
[KLARIFIKASI] Tidak Benar Bendera Indonesia Berkibar di Laga Sepak Bola Internasional
Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Dua Relawan Keliru Dikira Penculik Anak di Sragen
[KLARIFIKASI] Dua Relawan Keliru Dikira Penculik Anak di Sragen
Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] ICJ Nyatakan Pendudukan Israel di Gaza Langgar Hukum, Bukan Negara Ilegal
[KLARIFIKASI] ICJ Nyatakan Pendudukan Israel di Gaza Langgar Hukum, Bukan Negara Ilegal
Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Bantuan Dana Rp 150 Juta dari Kerajaan Brunei, Awas Penipuan
INFOGRAFIK: Hoaks Bantuan Dana Rp 150 Juta dari Kerajaan Brunei, Awas Penipuan
Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Ini Kecelakaan Pesawat di Philadelphia, Bukan Serangan Pakistan ke India
[KLARIFIKASI] Video Ini Kecelakaan Pesawat di Philadelphia, Bukan Serangan Pakistan ke India
Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Istri Presiden Perancis Transgender dan Diklaim sebagai Ayahnya
INFOGRAFIK: Hoaks Istri Presiden Perancis Transgender dan Diklaim sebagai Ayahnya
Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Pep Guardiola Tidak Bersalaman dengan Alan Smith, Bukan Delegasi Israel
[KLARIFIKASI] Pep Guardiola Tidak Bersalaman dengan Alan Smith, Bukan Delegasi Israel
Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Dedi Mulyadi Dirawat di Rumah Sakit Terjadi 2022, Bukan 2025
[KLARIFIKASI] Video Dedi Mulyadi Dirawat di Rumah Sakit Terjadi 2022, Bukan 2025
Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Poster dan Link Rekrutmen Relawan Baznas Idul Adha 2025
[HOAKS] Poster dan Link Rekrutmen Relawan Baznas Idul Adha 2025
Hoaks atau Fakta
Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat
Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat
Data dan Fakta
[HOAKS] Tautan Rekrutmen SKK Migas Periode 2025
[HOAKS] Tautan Rekrutmen SKK Migas Periode 2025
Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Rekaman Suara SBY Marah kepada Kapolri
[HOAKS] Rekaman Suara SBY Marah kepada Kapolri
Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau