KOMPAS.com - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengungkap alasan mengapa kembali menghidupkan ujian nasional (UN) melalui Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Menurut Mu'ti, hal itu disebabkan karena ada kemunduran dalam proses pembelajaran atau learning loss akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada penurunan motivasi belajar.
"Tes Kemampuan Akademik itu, kita kan mengalami learning loss. Sebagian dari learning loss itu menurut saya, karena memang kita tidak punya alat evaluasi yang memacu anak untuk belajar lebih," kata Mu'ti dikutip dari akun YouTube Kompas.com, Sabtu (1/11/2025).
Oleh karena itu, kata Mu'ti, pihaknya kembali mengadakan TKA sebagai alat untuk membangkitkan semangat dan motivasi belajar siswa.
TKA tidak wajib dan bukan penentu kelulusan
Kendati demikian, Mu'ti menegaskan bahwa TKA berbeda dengan UN (Ujian Nasional) karena tidak wajib diikuti siswa dan tidak menjadi penentu kelulusan.
"Yang berbeda dengan yang sebelumnya kan, yang dulu ketika ada UN kan semuanya harus wajib," ujarnya.
Mu'ti menegaskan, keberadaan TKA bukan untuk menentukan seorang siswa lulus atau tidak dari sekolah, tetapi melihat sejauh mana capaian belajar siswa.
Walau tidak wajib, Mu'ti menuturkan bahwa nilai TKA memiliki banyak manfaat antara lain sebagai salah satu syarat wajib jika ingin masuk perguruan tinggi negeri (PTN) lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
"Nanti juga kami akan gunakan TKA itu untuk seleksi SPMB, jalur prestasi, di tingkat SD ke SMP, SMP ke SMA," jelas Mu'ti.
Petisi batalkan TKA
Sementara itu, kini muncul penandatanganan petisi pembatalan TKA di laman change.org. Dikutip dari laman resmi change.org Sabtu (1/11/2025) malam, petisi yang dibuat oleh akun Siswa Agit dan telah ditandatangani oleh 240.212 orang.
"240.212 tandatangan terverifikasi," demikian yang tertulis di laman change.org, Sabtu.
Dalam pemaparan masalah, Siswa Agit menjelaskan alasannya membuat petisi ini. Dia menerangkan, sebagai siswa yang akan menjalani TKA ia dan teman-temannya sangat merasa prihatin karena tekanan dalam belajar bertambah.
"Sebagai salah satu dari banyak siswa yang akan menghadapi TKA 2025, saya, bersama teman-teman seangkatan, merasakan keprihatinan yang mendalam," tulis Siswa Agit dikutip dari laman change.org, Selasa.
"Sistem baru ini tidak hanya menambah tekanan pada kami, tetapi juga mempermainkan masa depan pendidikan kami," lanjut dia.
Siswa Agit nilai, pelaksanaan TKA 2025 menimbulkan banyak masalah, termasuk pengesahan yang tiba-tiba tanpa pemberitahuan yang memadai untuk tingkat SMA.
Selain itu, penetapan kisi-kisi yang terlambat menyulitkan kami dalam melakukan persiapan yang optimal.
Menurut Siswa Agit, TKA untuk jenjang SMA pertama kali dikabarkan dan diresmikan pada 8 Juni 2025, sementara peraturan terkaitnya baru diundangkan pada 3 Juni 2025.
Kemudian, menurut dokumen Salinan Perkaban Nomor 45 Tahun 2025 tentang Kerangka Asesmen TKA SMA/MA dan SMK/MAK penetapannya dilakukan pada 14 Juli 2025.
"Dari 14 Juli hingga 3 November, para guru dan murid hanya memiliki waktu tersisa 112 hari alias sekitar 3,5 bulan," lanjut Siswa Agit.
Siswa Agit menuturkan, Pusat Asesmen Pendidikan (Pusmendik) Kemendikdasmen bahkan baru memulai pelaksanaan Simulasi TKA Online untuk jenjang SMA/MA/SMK/MAK dan sederajat secara resmi pada 6 Oktober 2025.
Dalam membuat kisi-kisi, tambah Siswa Agit, para guru bimbel sudah berusaha membuat perkiraan soal mulai dari bulan Juli setelah kisi-kisi dibagikan.
Namun ternyata perkiraan soal tersebut kata Siswa Agit, sama sekali tidak akurat bahkan jika hanya dibandingkan dengan perkiraan soal dari Pusmendik.
"Akibatnya, perkiraan soal baru dirancang kembali oleh para guru setelah simulasi TKA online pertama," tulisnya lagi.
"Waktu persiapan yang sangat singkat akibat jadwal kelas 12 yang padat hanya menambah tantangan yang kami hadapi," Siswa Agit menambahkan.
Siswa Agit juga menilai, cakupan materi TKA terlampau luas semakin memperburuk keadaan dan membuat siswa sulit memperkirakan soal-soal yang mungkin muncul.
Ketidakjelasan tersebut, kata Siswa Agit, menambah beban mental yang dirasakan siswa dan banyak sekolah yang tidak memberikan dukungan atau fasilitas yang memadai bagi siswa kelas 12.
Siswa Agit juga menilai, penggunaan Kurikulum Merdeka dan pelaksanaan TKA sangat tidak tepat karena beberapa oknum guru terkesan tidak maksimal dalam mengajar.
Beberapa sekolah juga masih melaksanakan ujian praktik berlebihan yang membuat jadwal siswa semakin padat dan kesulitan mempersiapkan diri ikut TKA.
"Ini hanya dilihat dari sudut pandang saya dan teman-teman saya yang bahkan sudah mengikuti bimbel. Bayangkan, betapa sulitnya bagi beberapa dari kami yang tidak mampu membayar guru bimbel," tulis Siswa Agit.
Siswa Agit menuturkan, sebelumnya siswa-siswa masih merasa optimistis dengan harapan akan dukungan dari sekolah dan pemerintah.
Namun, mendekati tanggal pelaksanaan TKA dengan kekhawatiran dan rasa tidak siap yang sangat besar.
Oleh karena itu, Siswa Agit meminta pemerintah dan pihak terkait untuk meninjau kembali keputusan pelaksanaan TKA dan adanya penundaan atau pembatalan pelaksanaan TKA 2025.
"Sehingga kami dapat mempersiapkan diri dengan lebih baik," jelas Siswa Agit.
https://www.kompas.com/edu/read/2025/11/02/090215071/mendikdasmen-sebut-tka-sebagai-alat-untuk-bangkitkan-motivasi-belajar-siswa