Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geopolitik Memanas, Pelajar Indonesia di Luar Negeri Masih Tanpa Payung Hukum

Kompas.com - 14/08/2025, 14:37 WIB
Elaine Keisha,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hingga saat ini, belum ada Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait perlindungan pelajar Indonesia di luar negeri yang bersifat sah.

Padahal, tidak sedikit pelajar Indonesia yang saat ini berada di luar negeri untuk menempuh pendidikan.

Dilansir dari Kompas.id, per tahun 2021 terdapat setidaknya 80.000 pelajar yang tersebar di 65 negara di seluruh dunia, baik yang belajar dengan beasiswa maupun biaya mandiri.

Di tengah perjalanan pendidikan mereka, banyak yang menghadapi ancaman atau pengalaman yang tidak diinginkan. Bentuknya beragam, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan seksual, perundungan, rasisme, lingkungan, penipuan beasiswa, hingga terorisme.

Mereka juga kerap mengalami kondisi tidak menyenangkan akibat situasi politik di negara tempat mereka belajar. Sayangnya, hingga kini mereka belum mendapat perlindungan optimal dari negara sendiri.

Baca juga: Cerita Mahasiswa Indonesia di Iran, Kampus Sempat Ditutup Karena Perang

Salah satunya dialami oleh Andika Ibrahim Nasution, pelajar di Yordania sekaligus Wakil Koordinator Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia periode 2024–2025. Andika mengungkapkan bahwa kondisi geopolitik di sana saat ini sangat tidak baik.

"Di sini, di jantung Timur Tengah, ketegangan geopolitik bukan hanya berita di layar, tapi realita yang saya lihat dengan mata kepala sendiri," ujar Andika, Rabu (13/8/2025).

Menurutnya, situasi ini bisa membahayakan siapapun, termasuk pelajar Indonesia yang berada di Yordania maupun di seluruh dunia. Keberadaan rudal yang melintas dari kejauhan menjadi salah satu tanda krisis yang sedang berlangsung di kawasan tersebut.

Andika menilai, pengesahan RUU Perlindungan Pelajar Indonesia di Luar Negeri harus segera dilakukan.

"Kehadiran negara dalam melindungi kami adalah bentuk pengakuan bahwa kami adalah bagian penting dari masa depan Indonesia," tegasnya.

Peraturan belum rampung dan terintegrasi

Diungkap pula sejumlah alasan mengapa Andika merasa bahwa pengesahan RUU ini sangat penting bagi keberlangsungan mahasiswa Indonesia di luar negeri.

Baca juga: Efek Kebijakan Trump, Awardee Beasiswa AS Punya Opsi Pindah Kampus atau Tunda Kuliah

Saat ini, belum ada yang mengintegrasi aset perlindungan para diaspora dalam hukum yang kuat dan terstruktur. Artinya, belum ada instrumen yang jelas jika suatu waktu terjadi hal yang membahayakan keberadaan mereka.

Padahal, individu yang berada jauh dari negara asal sering menjadi kelompok paling rentan atas krisis geopolitik, seperti yang dialami oleh Andika.

Tak hanya soal perjalanan pendidikan, Andika juga menyoroti perlindungan sosial saat para mahasiswa melakukan magang atau bekerja paruh waktu. Ia menjelaskan ada kasus dimana mahasiswa Indonesia di Eropa mengalami kecelakaan kerja, tapi harus menanggung biaya pengobatan sendiri.

Lain hal nya misalnya eksploitasi mahasiswa di tempat mereka bekerja. Kondisi-kondisi ini menunjukkan urgensi atas pembenahan celah hukum nasional.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau