Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mikroplastik dalam Air Hujan di Jakarta, Pakar IPB Jelaskan Asal dan Dampaknya bagi Kesehatan

Kompas.com - 21/10/2025, 10:26 WIB
Melvina Tionardus,
Mahar Prastiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Air hujan di Jakarta yang mengandung mikroplastik menjadi isu lingkungan baru yang perlu mendapat perhatian serius.

Fakta kandungan mikroplastik dalam air hujan ini pertama kali diungkapkan oleh peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova pada Jumat (17/10/2025).

Lantas bagaimana hujan berisi mikroplastik ini bisa terjadi?

Guru Besar IPB University dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Prof Etty Riani menjelaskan apa itu mikroplastik.

Terutama nanoplastik (yang berukuran sangat kecil) dan mudah terangkat ke atmosfer karena memiliki massa yang sangat ringan.

“Partikel ini bisa berasal dari berbagai sumber di darat seperti gesekan ban mobil, pelapukan sampah plastik yang kering dan terbawa angin, hingga serat pakaian berbahan sintetis,” ungkapnya, dikutip dari situs resmi IPB, Selasa (21/10/2025).

Baca juga: IPB University Terapkan Ijazah Digital untuk Perkuat Sistem Administrasi

Mikroplastik melayang di atmosfer, menyatu dengan air hujan

Mikroplastik yang melayang di atmosfer lalu menyatu dengan tetesan air hujan. Seolah-olah air hujan bersih namun sebenarnya partikel mikroplastik itu tak terlihat karena ukurannya sangat kecil.

Kata Prof Etty, tingginya penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari turut andil dalam akar masalah lingkungan ini.

"Dari bangun tidur hingga tidur lagi, manusia tidak lepas dari plastik. Akhirnya, plastik akan terurai menjadi mikroplastik dan nanoplastik,” ungkapnya.

Risiko kesehatan jangka pendek dan panjang

Dihubungi melalui pesan singkat, Prof Etty membeberkan dampak jangka pendek dari udara yang tercemar mikroplastik.

"Apabila terus-terusan terjadi adalah memunculkan risiko terjadinya iritasi pada saluran nafas, sehingga pada akhirnya dapat memunculkan dampak lanjutan seperti batuk, meningkatkan risiko terjadinya infeksi, radang, dan sebagainya," tutur Prof Etty.

Plastik memiiliki komposisi bahan aditif berbahaya, sehingga bisa memicu gangguan hormonal dan meningkatkan risiko kanker.

Maka itu ia mengingatkan pentingnya mengurangi penggunaan plastik dan menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle).

Ilustrasi mikroplastikfreepik Ilustrasi mikroplastik

Kebijakan pemerintah yang lebih tegas

Dari tahun ke tahun masalah sampah plastik tak kunjung tuntas walaupun beberapa bagian masyarakat mencoba menggunakan kemasan alternatif hingga mengolahnya menjadi produk baru.

Menurut Prof Etty pemerintah Indonesia perlu membuat kebijakan dengan penegakkan hukum yang lebih tegas dan mengikat tanpa pandang bulu.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau