BANGKOK, KOMPAS.com – Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra untuk sementara diskors dari jabatannya oleh Mahkamah Konstitusi, Selasa (1/7/2025).
Penangguhan ini dilakukan sembari menunggu hasil penyelidikan dugaan pelanggaran etik terkait panggilan teleponnya dengan mantan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen saat berselisih dengan negara tetangganya itu.
Keputusan tersebut menambah ketidakpastian politik di Thailand, yang tengah mengalami pergolakan internal dan perubahan cepat dalam susunan kabinet.
Baca juga: PM Thailand Diskors karena Satu Panggilan Telepon, Ini Penjelasannya
Sebelum keputusan Mahkamah Konstitusi diumumkan, kabinet Thailand telah mengalami perombakan besar. Raja Thailand menyetujui reshuffle tersebut menyusul keluarnya partai koalisi utama dari pemerintahan.
Awalnya, Menteri Transportasi sekaligus Wakil Perdana Menteri Suriya Jungrungreangkit dari Partai Pheu Thai, diperkirakan akan menjabat sebagai pelaksana tugas perdana menteri.
Namun, beberapa jam sebelum keputusan Mahkamah diumumkan, nama lain mencuat sebagai calon pengganti sementara.
Menurut dua analis yang dikutip kantor berita AFP, Phumtham Wechayachai, yang sebelumnya menjabat Menteri Pertahanan, akan dilantik pada Kamis (3/7/2025) sebagai Menteri Dalam Negeri sekaligus tetap menjabat Wakil Perdana Menteri.
Ia juga disebut-sebut bakal menjalankan peran sebagai pelaksana tugas perdana menteri, menjadikannya figur ketiga yang mengisi posisi tersebut dalam waktu tiga hari.
Meski demikian, banyak pihak menilai kekuatan politik sesungguhnya masih berada di tangan Thaksin Shinawatra, ayah Paetongtarn sekaligus tokoh utama dalam dinasti politik Pheu Thai.
Meski pamornya memudar, pengaruh Thaksin dinilai belum sepenuhnya luntur di panggung kekuasaan.
Baca juga: PM Thailand Diskors Usai Skandal Telepon, Siapa Penggantinya?
Namun, bila terbukti bersalah, Paetongtarn bisa dicopot secara permanen dari jabatannya sebagai perdana menteri.
Dalam perombakan kabinet yang telah disahkan, Paetongtarn mengangkat dirinya sebagai Menteri Kebudayaan, jabatan yang tetap menempatkannya di lingkar kekuasaan meski dalam posisi lemah.
Kendati Pheu Thai masih memegang mayoritas kursi di parlemen, kekuatan politik mereka kini dinilai rapuh. Hal ini membuat kemungkinan pemilu dini menjadi kecil, tetapi membuka ruang bagi konflik internal koalisi.
"Penangguhan ini menjerumuskan Paetongtarn ke dalam ketidakpastian politik yang berkepanjangan," ujar analis politik Thailand, Thitinan Pongsudhirak, kepada AFP.