KOMPAS.com - Mengepel adalah rutinitas kebersihan yang penting. Namun, pernahkah kamu merasa lantai masih terasa lengket atau kotor setelah dipel?
Ternyata, banyak dari kita yang melakukan kesalahan tanpa disadari. Menurut para ahli kebersihan profesional, masalah ini sering disebabkan oleh teknik atau produk pembersih yang kurang tepat.
Selengkapnya, berikut adalah penjelasan dari ahli kebersihan.
Menurut Rhonda Wilson, pembersih profesional dari FreshSpace Cleaning, sisa pembersih yang tidak dibilas dengan benar adalah penyebab umum lantai terasa lengket setelah dipel.
“Residu pembersih bisa jadi lengket dan justru menarik debu serta jejak kaki. Akibatnya, keesokan harinya lantai terlihat seperti belum dibersihkan,” jelas Wilson kepada The Spruce.
Sementara itu, Rosa Picosa, ahli kebersihan dari Fabuloso, menambahkan bahwa air pel yang sudah kotor dan penggunaan pembersih berlebihan juga bisa memperparah kondisi tersebut.
“Banyak orang berpikir semakin banyak pembersih, hasilnya semakin bersih. Padahal, itu hanya menciptakan lapisan lengket seperti sirup,” kata Picosa.
Menjaga lantai tetap bersih dan higienis merupakan bagian penting dari perawatan rumah. Meskipun menyapu dan menyedot debu sudah cukup untuk perawatan harian, mengepel secara menyeluruh tetap diperlukan agar kotoran membandel benar-benar hilang.
Berikut adalah cara mengepel semua jenis lantai dengan benar.
Persiapan sebelum mengepel
Sebelum memulai proses mengepel, penting untuk menyapu atau menyedot debu terlebih dahulu. Debu dan kotoran yang tertinggal bisa membuat air pel menjadi keruh dan meninggalkan bekas lengket di lantai.
Gunakan penyedot debu atau sapu yang sesuai dengan jenis lantai untuk memastikan permukaan benar-benar bersih sebelum dipel.
Pilih alat dan produk pembersih yang sesuai
Tidak semua pel dan produk pembersih cocok untuk semua jenis lantai. Untuk lantai vinil atau keramik, pel spons atau pel uap bisa bekerja dengan baik.
Sementara untuk lantai kayu, sebaiknya hindari produk berbahan dasar asam, seperti cuka atau pemutih karena bisa merusak permukaan. Seabaiknya, pilih produk yang memang dirancang khusus untuk jenis lantai tersebut.
Gunakan dua ember
Salah satu kesalahan umum saat mengepel adalah menggunakan satu ember untuk mencuci dan membilas.
Cara yang lebih efektif adalah menyiapkan dua ember, satu untuk air sabun dan satu lagi untuk air bersih. Ini akan membantu mencegah kotoran tersebar kembali ke lantai.
Teknik mengepel yang efektif
Saat mengepel, pastikan kain pel tidak terlalu basah. Air yang berlebihan dapat merusak lantai, terutama lantai kayu dan laminasi.
Pel sebagian area lantai menggunakan gerakan maju mundur atau angka delapan. Untuk noda lengket, gunakan spons secara manual agar lebih bersih.
Setelah satu area selesai dipel, bilas pel dengan air bersih dan lanjutkan ke bagian berikutnya. Jika air dalam ember sudah terlihat kotor, segera ganti agar hasil lebih maksimal.
Bilasan akhir untuk menghilangkan residu
Setelah semua bagian lantai selesai dipel, lakukan bilasan terakhir dengan air panas bersih tanpa deterjen. Cara ini penting untuk menghilangkan sisa sabun dan memastikan lantai tidak licin atau meninggalkan bercak.
Biarkan kering seluruhnya
Hindari berjalan di atas lantai yang masih basah. Biarkan lantai mengering dengan sendirinya atau bantu proses pengeringan dengan handuk kering atau alat penyeka lantai.
Setelah proses mengepel selesai, segera cuci dan keringkan seluruh peralatan sebelum disimpan.
Secara umum, lantai rumah sebaiknya dipel setiap dua hingga tiga minggu sekali. Menurut Robin Murphy, pakar kebersihan dan pendiri ChirpChirp, mengepel bukan hanya tentang kebersihan visual, tetapi juga penting untuk kesehatan.
“Mengepel menghilangkan debu dan kotoran, bakteri, serta kontaminan lainnya dari permukaan lantai, sehingga berkontribusi pada lingkungan yang lebih sehat dengan kualitas udara yang lebih baik,” jelas Murphy, dikutip dari Real Simple.
Namun, frekuensi mengepel lantai bisa berbeda-beda, bergantung pada sejumlah faktor berikut:
Aktivitas di rumah
Jika rumah kamu sering dilalui orang, terutama di area seperti dapur, kamar mandi, atau pintu masuk, lantai bisa cepat kotor.
Rumah dengan hewan peliharaan, anak kecil, atau kebiasaan membawa sepatu ke dalam rumah juga perlu dipel setiap beberapa hari atau bahkan setiap hari.
Jenis lantai
Murphy menjelaskan bahwa jenis lantai sangat memengaruhi intensitas pembersihan. Ubin, misalnya, cenderung lebih cepat terlihat kotor karena debu dan kotoran bisa menumpuk di garis nat.
“Ini bukan hanya karena kotoran pada ubin lebih terlihat, tetapi juga karena kotoran dan debu sering menumpuk di garis nat, dan nat yang kotor membuat lantai terlihat kotor dan sulit dibersihkan,” ujarnya.
Sebaliknya, lantai kayu lebih tahan terhadap noda dan kelembapan, sehingga tidak perlu dipel terlalu sering.
Warna dan tampilan lantai
Lantai berwarna terang atau gelap cenderung memperlihatkan kotoran lebih jelas dibanding lantai dengan warna netral. Hal imi bisa memengaruhi seberapa sering kamu harus mengepelnya.
Gaya hidup penghuni rumah
Gaya hidup penghuni rumah juga turut berperan besar. Jika kamu sering bepergian atau jarang berada di rumah, mengepel setiap dua minggu mungkin sudah cukup.
Tapi jika kamu punya hewan peliharaan atau aktivitas di rumah cukup tinggi, frekuensi mengepel sebaiknya ditingkatkan.
Jika kamu masih ragu menentukan waktu terbaik untuk mengepel lantai, berikut adalah beberapa tanda sudah saatnya untuk mengepel lantai:
Dengan alat yang tepat dan kebiasaan bersih yang konsisten, mengepel tak perlu menjadi pekerjaan berat. Sebagaimana yang diungkapkan Robin Murphy, lantai yang bersih bukan hanya menyenangkan untuk dipandang, tapi juga baik untuk kesehatan seluruh keluarga.
https://www.kompas.com/homey/read/2025/08/01/102106376/mengapa-lantai-terasa-lengket-setelah-dipel-ini-kata-ahli