KOMPAS.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa empat orang dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated atau Jalan Layang Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ).
Keempat terdakwa itu meliputi Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono, Ketua Panitia Pengadaan Lelang Konstruksi Yudhi Mahyudin, Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganesatama Consulting Toni Budi Sihite, dan Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama Sofiah Balfas.
Para terdakwa dianggap melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31/1999 beserta perubahannya jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana yang diartikan secara harfiah bersama sama bersekongkol menperkaya orang lain sehingga timbul kerugian negara.
JPU mendalilkan, terdapat perbuatan melawan hukum yang dimulai saat disepakatinya kontraktor dan sub-kontraktor yang akan melaksanakan pembangunan Jalan Layang MBZ sebelum pelaksanaan lelang investasi dimulai.
Selain itu, JPU juga mendalilkan, pelaksanaan lelang konstruksi yang dilakukan oleh Yudhi Mahyudin, dan penetapan Kerja Sama Operasi (KSO) PT Waskita Karya (Persero) Tbk-PT Acset Indonusa Tbk sebagai pemenang lelang konstruksi oleh Djoko Dwijono, telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 510 miliar.
Kerugian ini dinilai dari perbedaan hasil pekerjaan konstruksi (mutu dan struktur) yang dilakukan kontraktor dan sub-kontraktor dalam pembangunan Jalan Layang MBZ.
Baca juga: Sengkarut Korupsi Tol MBZ, Lelang Proyek Diatur, Kualitas Material Dipangkas
Merujuk UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi beserta perubahannya, tindak pidana Korupsi dirumuskan menjadi 30 jenis-jenis tindak pidana korupsi.
Ke-30 jenis tersebut disederhanakan menjadi tujuh jenis tindak pidana korupsi, yaitu korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Kendati demikian, terdapat beberapa tudingan JPU yang dinilai tidak terbukti dan tidak sesuai dengan fakta yang telah terungkap selama rangkaian proses persidangan.
Suara para saksi ahli tersumpah dan pendapat otoritatif dari para pemangku kepentingan memperkuat fakta yang terungkap di persidangan.
Direktur PT Tridi Membran Utama Andi menyebutkan, mutu beton Jalan Layang MBZ di bawah Standar Nasional Indonesia (SNI).
Andi mengungkapkannya saat dihadirkan JPU dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
Ada pun PT Tridi Membran Utama merupakan perusahaan yang melaksanakan verifikasi teknis dengan mengaudit struktur bagian atas Jalan Layang MBZ pada tahun 2020 selama enam bulan dengan mengambil 75 sampel beton.
"Dari kuat tekanan rencana memang ditemukan bahwa mutu beton yang terpasang di lokasi pekerjaan adalah di bawah atau tidak memenuhi persyaratan SNI tersebut," kata Andi.
Setelah mendapati temuan tersebut, Andi membuat penyesuaian ulang terhadap frekuensi struktur Jalan Layang MBZ sebagai pembanding terhadap perencanaan awal yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca juga: Mutu Beton Tol MBZ Disebut di Bawah Standar, Begini Respons Jasa Marga
Tak hanya itu, PT Tridi Membran Utama juga melakukan koreksi terhadap hasil pengujian yang telah dilakukan di lapangan.
"Dari hasil pemeriksaan tersebut, kami menilai, memang ada beberapa yang kurang memenuhi persyaratan yaitu syarat tegangan maupun syarat lendutan dan juga untuk mutu beton itu sendiri," tukasnya.
Akan tetapi, menurut Direktur Utama PT JJC Hendri Taufik, sesuai standar acuan untuk bangunan dalam masa konstruksi SNI 2847-19, setiap 300 meter kubik (m3) cor beton harus diambil tiga sampel. Pengambilan sampel ini dilakukan di batching plant (BP), dan di tempat pengecoran.
Kemudian, pengujian sampel dilakukan di laboratorium independen seperti laboratorium Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Trisakti, dan diawasi oleh konsultan pengawas.
Apabila kajian yang dilakukan BPK bertujuan memahami nilai kuat tekan beton terpasang pada bangunan, maka jumlah sampel yang digunakan seharusnya sesuai dengan luasan atau volume beton yang ada, yaitu tiga sampel untuk volume 300 m3 atau setiap luasan 930 meter persegi (m2) atau diambil yang terbanyak.
Untuk slab beton Jalan Layang MBZ dengan panjang 38 kilometer (km) dan lebar 23 meter, dibutuhkan kurang lebih 2.819 sampel.
"Nah, 75 sampel yang diambil oleh BPK kurang memadai untuk dapat menyimpulkan kuat tekan slab beton terpasang pada Jalan Layang MBZ," ujar Hendri dalam perbincangan khusus dengan Kompas.com, Selasa (9/7/2024).
Sementara Jalan Layang MBZ telah melalui pengujian terhadap 15.000 sampel beton yang diambil saat pekerjaan pengecoran slab selama masa konstruksi, di mana hasilnya sesuai standar.
Selain itu, penentuan kuat tekan beton slab 30 Mpa sesuai dengan saran dari konsultan pengendali mutu independen (PMI).
Konsultan PMI merupakan kepanjangan tangan dari Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang menganggap beton slab lebih menderita beban lentur dibanding beban tekan.
Penggunaan mutu beton 30 Mpa juga dinilai lebih mudah dalam pelaksanaannya, yaitu cor di tempat, dibandingkan dengan mutu beton 41,5 Mpa yang akan lebih mudah dikerjakan apabila metodenya fabrikasi (precast).
Baca juga: Hasil Uji Beban Sementara Tol Layang Jakarta-Cikampek, Aman
Lagipula, jenis kontraknya adalah design and build (lumpsum price) dengan cara pembayaran contractor's pre-financing (turnkey).
Ada pun yang diperjanjikan adalah panjang jalan, lebar jalan, batas kecepatan dan kekuatan jembatan.
Sedangkan detail desain diserahkan kepada kontraktor yang selama pelaksanaannya selalu diasistensikan kepada pemerintah melalui BPJT dan Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ).
Ahli beton dan konstruksi FX Supartono juga menyimpulkan tidak ada permasalahan dalam hal kekuatan Jalan Layang MBZ.