JAKARTA, KOMPAS.com - Kehadiran ojek online (ojol) dipandang Pemerhati Transportasi Muhammad Akbar dapat menyingkap masalah sistemik tata kelola transportasi di Indonesia.
Mulai dari belum tuntasnya pembangunan angkutan umum massal, buruknya integrasi antarmoda, hingga lemahnya perlindungan bagi jutaan pekerja informal.
Jumlah pengemudi ojol di Indonesia diperkirakan mencapai jutaan orang. Mereka terhubung dalam jejaring komunikasi yang cair dan organik, mulai dari basecamp, grup WhatsApp , hingga aksi solidaritas di lapangan.
Baca juga: Kota Bebas Polusi Dimulai dari Transportasi Bersih dan Terintegrasi
Namun, di balik kesibukan harian mengantar penumpang dan mengirim barang, tersimpan kemarahan yang senyap, kelelahan yang serupa, dan harapan kolektif akan perlakuan yang lebih adil.
Inilah modal sosial yang nyata, dan terlalu besar untuk diabaikan, bahkan oleh negara sekalipun.
"Ojol tumbuh menjadi solusi darurat yang mengisi celah yang semestinya menjadi tanggung jawab negara, tetapi justru dibiarkan menggantung tanpa kejelasan status maupun arah kebijakan yang berpihak," kata Akbar dalam rilis yang diterima Kompas.com, Sabtu (30/8/2025).
Akbar memandang ojol dalam lanskap transportasi perkotaan Indonesia bukan semata kemajuan teknologi digital.
Baca juga: Keluarga Affan Kurniawan Dijanjikan Rumah Subsidi
Ia lahir dari kebutuhan konkret masyarakat urban akan moda transportasi yang cepat, fleksibel, dan terjangkau di tengah minimnya akses terhadap angkutan umum yang layak.
Namun, tewasnya seorang pengemudi ojol, Affan Kurniawan, secara tragis saat mengikuti aksi demonstrasi di Jakarta bukan sekadar korban kecelakaan.
Kepergiannya menjelma menjadi simbol dari keresahan yang selama ini terpendam. Peristiwa itu oun menggugah kesadaran kolektif ribuan pengemudi ojol di seluruh Indonesia.
"Mereka yang selama ini bekerja dalam ketidakpastian, tidak diakui sebagai bagian dari sistem angkutan umum, namun tetap menjadi tulang punggung mobilitas harian di kota-kota besar," tuturnya.
Akan tetapi, persoalan tak lagi berhenti pada tarif, skema insentif, atau pola kemitraan antara pengemudi dan aplikator.
Peristiwa itu menunjukkan bahwa para pengemudi ojol bukan lagi sekadar pelaku pasif dalam ekosistem ekonomi digital. Mereka, mulai tampil sebagai kekuatan sosial yang nyata dengan jumlah besar, jejaring komunikasi yang solid, dan solidaritas yang tumbuh dari bawah.
Baca juga: Imbas Demo, Sejumlah Mal Tutup dan Tidak Beroperasi pada Sabtu
"Dari subuh hingga larut malam, dari gang sempit hingga pusat kota, mereka hadir sebagai denyut kehidupan urban yang paling terlihat dan paling dekat dengan warga," tambah Akbar.
Akbar menuturkan, kematian Affan bukan semata tragedi individual. Dia menggambarkan betapa rentannya posisi para pengemudi ojol dalam lanskap sosial masyarakat.