KOMPAS.com - Selama bertahun-tahun, para ilmuwan dibuat bingung oleh satu pertanyaan besar: seberapa cepat alam semesta mengembang? Kini, berkat data terbaru dan jauh lebih tajam dari teleskop James Webb, misteri yang membayangi kosmologi modern ini mulai menemukan titik terang.
Baca juga: Alam Semesta Meluas Terlalu Cepat Dibanding Teori, Apa Dampaknya?
Sudah lama diketahui bahwa alam semesta sedang mengembang. Namun, pengukuran laju ekspansi ini—yang dikenal sebagai Hubble Constant—selalu menghasilkan dua nilai berbeda, tergantung dari mana kita melihat. Jika kita mengamati cahaya dari alam semesta awal, hasilnya satu. Tetapi jika kita mengamati galaksi dan bintang di era sekarang, hasilnya berbeda. Perbedaan ini telah menimbulkan pertanyaan besar: mungkinkah model kosmologi kita selama ini salah?
Namun, menurut Prof. Wendy Freedman dari University of Chicago, yang selama ini menjadi tokoh utama dalam perdebatan ini, data dari Teleskop James Webb memberikan jawaban mengejutkan.
“Bukti terbaru ini menunjukkan bahwa Standard Model alam semesta kita masih tetap kokoh,” ujar Freedman. “Bukan berarti tidak akan ada hal-hal baru yang menantang model ini di masa depan, tapi untuk saat ini, Hubble Constant tampaknya bukan sumber masalahnya.”
Baca juga: Benarkah Alam Semesta Mengembang Semakin Cepat? Jangan-jangan Kita Salah...
Untuk mengetahui seberapa cepat alam semesta mengembang, ilmuwan menggunakan dua pendekatan utama.
Yang pertama adalah mengamati sisa cahaya dari Big Bang, yang dikenal sebagai cosmic microwave background (CMB). Ini memberi gambaran tentang alam semesta saat masih sangat muda.
Yang kedua, yang menjadi fokus Freedman, adalah mengukur laju ekspansi saat ini dengan cara mengamati bintang dan galaksi di sekitar kita. Terdengar lebih mudah, tapi justru lebih rumit secara teknis. Pengukuran jarak dalam skala kosmik menuntut presisi tinggi dan koreksi dari berbagai faktor pengganggu.
Baca juga: Benarkah Alam Semesta Kita Pernah Mengembang Cepat bak Balon?
Salah satu cara yang digunakan adalah mengamati supernova—bintang yang meledak di akhir hidupnya. Jika kita tahu seberapa terang ledakan itu seharusnya, maka dengan melihat seberapa terang yang kita terima, kita bisa menghitung jaraknya. Selain itu, Freedman juga mengembangkan metode lain menggunakan bintang raksasa merah dan bintang karbon.
Namun, semua metode ini harus dikoreksi dari gangguan seperti debu kosmik yang menghalangi cahaya, variasi kecerahan bintang, dan ketidakpastian dalam instrumen pengukur.
Baca juga: Alam Semesta Mungkin Tidak Hanya Mengembang, Tetapi Juga Berputar
Di sinilah Teleskop James Webb memainkan peran penting. Diluncurkan pada 2021, teleskop ini membawa kemampuan pengamatan infra merah yang jauh lebih canggih. Ia memiliki resolusi empat kali lebih tinggi dari Teleskop Hubble dan sepuluh kali lebih sensitif, memungkinkan pengamatan bintang-bintang yang lebih redup dan jarak yang lebih jauh.
“Kami telah menggandakan jumlah galaksi yang digunakan untuk mengkalibrasi supernova,” ujar Freedman. “Peningkatan statistik ini sangat besar dan memperkuat hasil akhir kami.”
Baca juga: Apakah Alam Semesta Benar-Benar Tak Terbatas?
Dengan bantuan Webb, Freedman menghitung nilai Hubble Constant sebesar 70,4 kilometer per detik per megaparsec, dengan margin kesalahan sekitar 3%. Angka ini mendekati nilai yang diperoleh dari pengamatan CMB, yaitu 67,4 ± 0,7%.
“Kita sekarang benar-benar bisa melihat betapa luar biasanya Teleskop James Webb dalam mengukur jarak ke galaksi secara akurat,” kata Taylor Hoyt dari Lawrence Berkeley Laboratory. Barry Madore dari Carnegie Institution for Science menambahkan, “Dengan detektor infra merah Webb, kita bisa menembus debu yang selama ini menyulitkan pengukuran jarak secara akurat.”
Baca juga: Apakah Alam Semesta Kita Adalah Simulasi Komputer?
Selama ini, banyak ilmuwan mencoba menjelaskan perbedaan nilai Hubble Constant sebagai tanda adanya celah dalam Standard Model, atau bahkan sebagai petunjuk terhadap keberadaan materi gelap dan energi gelap. Lebih dari 1.000 makalah ilmiah telah ditulis untuk menyelesaikan teka-teki ini, namun hasilnya masih belum memuaskan.
Dengan hasil terbaru ini, tampaknya kita harus mencari di tempat lain untuk menemukan misteri kosmik yang lebih dalam.
Freedman dan timnya berencana menggunakan Teleskop Webb tahun depan untuk mengamati gugus galaksi Coma. Ini akan memungkinkan pengukuran Hubble Constant secara langsung, tanpa harus melalui tahapan supernova.
“Saya optimis dalam beberapa tahun ke depan kita bisa benar-benar menyelesaikan ini, seiring meningkatnya akurasi pengukuran,” ujarnya.
Dengan langkah besar ini, kita semakin dekat dalam memahami bagaimana alam semesta tumbuh—dan mungkin, suatu hari, juga apa yang sebenarnya menyusunnya.
Baca juga: Apakah Alam Semesta Kita Terperangkap di Dalam Lubang Hitam?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.