KOMPAS.com - Selama empat miliar tahun, tubuh manusia telah berkembang layaknya mesin kompleks. Mulai dari organ terkecil di tingkat sel hingga tangan, mata, hati, hingga otak, semua bagian itu terbentuk secara bertahap melalui evolusi.
Namun, hingga kini ilmuwan masih bertanya-tanya: mengapa tubuh manusia berevolusi seperti ini? Mengapa hanya manusia yang memiliki dagu? Dan mengapa ukuran testis manusia, jika dibandingkan dengan berat tubuh, tiga kali lebih besar dari gorila tapi hanya seperlima dari simpanse?
Dalam bukunya yang terbaru The Tree of Life, Max Telford, Profesor Zoologi dan Anatomi Komparatif, UCL, menjelaskan bahwa meski banyak misteri evolusi belum terpecahkan, kita mulai menemukan jawaban atas sebagian di antaranya—terutama berkat fenomena bernama evolusi konvergen.
Baca juga: Evolusi Mamalia Tak Sesederhana yang Kita Duga, Fosil Baru Ubah Ceritanya
Kisah evolusi menunjukkan bagaimana setiap spesies dibangun secara bertahap dari bentuk sederhana menuju kompleksitas tinggi. Manusia, misalnya, awalnya adalah hewan biasa, lalu menjadi vertebrata (bertulang belakang), kemudian mamalia, dan akhirnya primata.
Setiap "cabang" pohon evolusi yang kita lalui menjelaskan tahapan kemunculan bagian-bagian tubuh kita. Contohnya, sistem pencernaan muncul saat kita menjadi hewan. Tulang belakang dan anggota tubuh baru berkembang saat kita masuk kelompok vertebrata. Rambut dan kelenjar susu muncul saat menjadi mamalia. Sedangkan kuku, baru hadir di fase primata.
Untuk menjawab mengapa bagian tubuh tertentu berevolusi, ilmuwan menggunakan pendekatan unik: mereka mempelajari apakah bagian tersebut juga muncul di cabang-cabang evolusi lain—dalam kasus ini disebut evolusi konvergen.
Baca juga: Sisa Evolusi: Organ Tubuh yang Sudah Tak Diperlukan, Tapi Masih Ada
Salah satu contoh paling menarik dari evolusi konvergen adalah ukuran testis primata. Ukuran testis tak hanya tentang anatomi, tetapi juga mengisyaratkan cara hidup dan strategi reproduksi.
Ambil contoh dua spesies primata yang serupa ukurannya: monyet colobus hitam putih dan monyet bonnet macaque. Ukuran tubuh mereka mirip, tetapi testis colobus hanya 3 gram, sedangkan macaque bisa mencapai 48 gram!
Kenapa perbedaannya begitu drastis?
Hipotesis yang paling masuk akal berkaitan dengan pola kawin. Monyet colobus jantan biasanya hidup dalam harem, menguasai beberapa betina dan mengawini mereka secara eksklusif. Dalam kasus ini, produksi sperma tidak perlu banyak—cukup sedikit untuk menghamili.
Sebaliknya, macaque hidup dalam kelompok sosial besar, di mana betina dan jantan berinteraksi secara bebas. Dalam sistem seperti ini, persaingan terjadi bukan lewat perkelahian, tetapi melalui "perang sperma"—siapa yang menghasilkan sperma lebih banyak, punya peluang lebih besar untuk berhasil membuahi.
Baca juga: Evolusi Manusia: Bagaimana Makan Daging Mengubah Kita
Pendekatan evolusi konvergen memungkinkan ilmuwan untuk menguji hipotesis ini secara lebih luas. Ketika melihat berbagai spesies mamalia lain, ditemukan pola yang konsisten: spesies yang monogami cenderung memiliki testis kecil, sementara yang promiscuous (poligami dan poliandri) memiliki testis besar.
Misalnya:
Berkat pengamatan lintas spesies inilah, kita memahami bahwa ukuran testis berbanding lurus dengan sistem reproduksi dan tingkat persaingan antar sperma. Dan manusia? Ukuran testis kita berada di tengah-tengah. Artinya, sistem reproduksi kita pun berada di antara monogami dan poligami.
Baca juga: Evolusi Bukan Sejarah Kuno, tapi Terjadi Sekarang di Sekitar Kita
Misteri Evolusi Dagu Manusia