KOMPAS.com - Saat malam tiba di hutan hujan tropis, orangutan memanjat kanopi dan mulai membangun sarang pohon yang rumit. Bukan sekadar tumpukan ranting, sarang ini adalah “ranjang” alami yang dirancang dengan cerdas: hangat, nyaman, aman dari predator, bahkan membantu mengurangi gigitan nyamuk.
Para ilmuwan lama penasaran: bagaimana bayi orangutan bisa menguasai arsitektur serumit itu? Penelitian terbaru mengungkap jawabannya — mereka belajar dengan cara mengamati ibunya, lalu mempraktikkan sendiri. Proses ini dikenal sebagai observational social learning atau pembelajaran sosial melalui pengamatan.
Baca juga: Gaya Mengasuh Induk Orangutan Ternyata Tidak Seragam, seperti Manusia
Membangun sarang bukan hanya rutinitas, tapi keterampilan penting untuk bertahan hidup. Tidak seperti perilaku hewan lain yang sepenuhnya instingtif, keahlian ini perlu latihan panjang.
Orangutan harus piawai memanipulasi ranting, dahan, dan daun dengan kekuatan sekaligus ketelitian. Sarang malam jauh lebih rumit dibanding sarang siang, sering dilengkapi dengan “pelapis”, “bantal”, bahkan “atap”.
Dr. Ani Permana dari University of Warwick menegaskan: “Membangun sarang sangat krusial untuk kelangsungan hidup orangutan, namun justru jarang menjadi fokus penelitian.”
Baca juga: Bak Manusia, Orangutan Dapat Manfaatkan Tanaman sebagai Obat
Bayi orangutan mulai tertarik pada sarang sejak usia 6 bulan, biasanya dengan bermain daun atau ranting. Pada usia 1 tahun, mereka mencoba membuat sarang siang sederhana. Sarang malam baru mereka latih sekitar usia 3 tahun, dan butuh waktu hingga umur 8 tahun untuk benar-benar mahir.
Semakin kompleks tambahannya — seperti sarang multi-pohon atau elemen kenyamanan — semakin lama pula proses belajarnya. Hal ini menunjukkan keterampilan ini bukan bawaan lahir, melainkan hasil dari latihan berulang dan pengamatan yang tekun.
Baca juga: Peneliti Ungkap Bukti Pertama Orangutan Ajarkan Ketrampilan Hidup pada Anaknya
Penelitian selama 17 tahun menunjukkan, anak orangutan yang sungguh-sungguh “mengintip” ibunya saat membangun sarang, jauh lebih cepat berlatih setelahnya. Sekadar berada di dekat sang ibu tanpa memperhatikan detail tidak menghasilkan efek yang sama.
“Proses belajar sangat tergantung pada seberapa cermat anak memperhatikan ibunya,” jelas Dr. Permana.
Ketika dewasa, mereka mulai memperhatikan anggota kelompok lain, memperluas referensi belajar.
Baca juga: Studi Ungkap Setiap Orangutan Punya Jiwa Seni yang Berbeda
Selain teknik, orangutan juga belajar tentang jenis pohon yang digunakan. Dr. Caroline Schuppli dari Max Planck Institute of Animal Behavior menjelaskan:
“Anak orangutan tidak hanya belajar ‘cara’ membangun, tapi juga ‘apa’ yang harus dipakai.”
Anak biasanya mengikuti pilihan pohon ibunya. Saat beranjak remaja, mereka mulai bereksperimen dengan jenis pohon lain. Namun menariknya, orangutan dewasa sering kembali ke pilihan pohon yang digunakan sang ibu, seolah menyadari itulah cara paling efektif.
Baca juga: 5 Alasan Kita Harus Menyelamatkan Orangutan Indonesia dari Populasi Kritis
Hasil penelitian ini menyoroti empat poin penting:
Dengan kata lain, orangutan memiliki variasi budaya: tradisi membangun sarang diturunkan lintas generasi. Ini bukan sekadar keterampilan bertahan hidup, tapi juga warisan budaya yang rapuh.
“Variasi sarang ini menunjukkan adanya elemen budaya di alam liar yang bisa hilang jika habitat dan populasi orangutan tidak dilestarikan,” tegas Dr. Schuppli.
Baca juga: Mirip Manusia, Orangutan Juga Gunakan Balsam untuk Redakan Pegal
Membangun sarang adalah perilaku kuno yang juga dimiliki kera besar lainnya. Fakta bahwa orangutan mempelajarinya melalui pengamatan membuktikan bahwa cultural learning (pembelajaran budaya) punya akar dalam sejarah evolusi primata.
Penelitian ini bukan hanya menyingkap kecerdasan orangutan, tapi juga menegaskan bahwa mereka memiliki tradisi yang hanya bisa terus hidup jika hutan tempat tinggal mereka tetap terjaga.
Studi ini dipublikasikan di jurnal Communications Biology.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini