YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Terik matahari tak menyurutkan antusiasme warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk mengikuti prosesi Grebeg Besar 2025 di halaman Masjid Gedhe Kauman, Kota Yogyakarta, Sabtu (7/6/2025).
Sejak pagi, ratusan warga telah berkumpul menanti kedatangan gunungan dari Keraton Yogyakarta yang berisi uba rampe, seperti hasil bumi berupa cabai, kacang panjang, dan wajik bulat. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, pembagian uba rampe kali ini dilakukan secara tertib dan satu per satu.
Pantauan Kompas.com, pengamanan acara lebih ketat dibandingkan tahun lalu. Polisi, Brimob, dan tentara membentuk pagar betis guna mencegah warga menerobos dan berebut gunungan.
Baca juga: Jadwal dan Makna Rangkaian Acara Grebeg Besar Idul Adha 2025 Keraton Yogyakarta
Warga Sleman, Deli Sumanti (53), mengaku sudah dua kali mengikuti Grebeg Besar dan merasa lebih nyaman dengan sistem pembagian kali ini.
“Seneng ikut acara seperti ini, sudah dua kali. Dua kali datang dapat terus,” katanya.
Ia mengatakan tahun ini suasananya lebih tertib. “Kemarin langsung kruyuk-kruyuk, kalau tahun ini dibagikan jadi aman lah kaki enggak keinjak-injak,” ujarnya.
Uba rampe yang ia dapatkan pun rencananya tidak langsung dimakan. “Ini mau dipajang dulu, mau tanya-tanya sama orangtua dulu kalau dapat dari Keraton,” tambahnya.
Baca juga: Keraton Yogyakarta Gelar Grebeg Besar Peringati Idul Adha, Warga Nyandhong Gunungan
Warga Bantul bernama Asih juga setiap tahun mengikuti acara Grebeg dan berharap mendapat uba rampe dari Keraton.
“Dapat sayuran, ketan wajik, cabai. Ini nanti disimpan di rumah,” katanya.
Baginya, uba rampe memiliki makna spiritual. “Iya untuk ngalap berkah,” pungkasnya.
Grebeg Besar tahun ini juga mengalami penyesuaian teknis, terutama di titik Kepatihan. Berdasarkan pranata adat masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII, mekanisme distribusi gunungan kini kembali mengikuti tradisi lama demi menjaga kesakralan prosesi.
Jika sebelumnya uba rampe dikirim dari Keraton ke Kepatihan, tahun ini Sekretaris Daerah (Sekda) DIY sowan ke Keraton untuk menerima gunungan secara langsung. Setelah diarak ke Masjid Gedhe dan didoakan, gunungan dibawa ke Kompleks Kepatihan dan dibagikan secara tertib.
"Tidak ada utusan dari dalam yang mengantar ke Kepatihan. Justru dari Kepatihan yang datang ke Keraton untuk nyadhong, atau meminta gunungan, lalu dibawa pulang dan dibagikan," jelas KPH Notonegoro, Penghageng Kawedanan Hageng Kridhomardowo, dalam keterangan tertulis, Sabtu (7/6/2025).
Pembagian dilakukan tanpa kericuhan, sesuai dengan nilai cadhong yang menekankan tertib dan tidak dirayah atau direbut.
"Grebeg bukan sekadar perayaan, tetapi manifestasi filosofi masyarakat Yogyakarta yang menjunjung keteraturan, hormat pada pemimpin, dan syukur atas berkah," pungkas KPH Notonegoro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.